Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah masih mencatatkan penguatan mingguan meskipun anjlok pada perdagangan Jumat (24/3/2023) waktu setempat akibat prospek permintaan yang melemah di Amerika Serikat (AS).
Melansir dari Reuters, minyak mentah Brent turun 92 sen, atau 1,2 persen menjadi US$74,99. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun 70 sen, atau 1 persen, menjadi US$69,26 per barel.
Meskipun sempat melemah, namun dalam sepekan terakhir harga minyak justru naik karena gejolak sektor perbankan mereda. Brent berjangka naik 2,8 persen dalam sepekan sementara minyak mentah berjangka WTI naik 3,8 persen
Analis menyebut pelemahan harga minyak pada hari Jumat didorong oleh komentar Menteri Energi AS Jennifer Granholm yang menimbulkan kekhawatiran pasar tentang potensi kelebihan pasokan.
Dirinya mengatakan, pengisian ulang Cadangan Minyak Strategis (SPR) negara itu mungkin memakan waktu beberapa tahun, meredam prospek permintaan.
Pekan lalu, harga kedua minyak acuan membukukan penurunan mingguan terbesar dalam beberapa bulan karena gejolak sektor perbankan dan kekhawatiran tentang kemungkinan resesi.
Baca Juga
Dolar yang naik 0,6 persen terhadap mata uang lainnya, juga memicu aksi jual. Greenback yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Kurangnya pembelian minyak mentah untuk SPR merupakan pukulan besar terhadap prospek permintaan minyak
Gedung Putih mengatakan pada bulan Oktober akan membeli kembali minyak untuk cadangan minyak strategis ketika harga berada pada atau di bawah sekitar US$67 hingga US$72 per barel.
Granholm mengatakan kepada anggota parlemen bahwa akan sulit untuk memanfaatkan harga rendah tahun ini untuk menambah stok, yang berada pada level terendah sejak 1983 pada Kamis, (23/3/2023).
Permintaan yang kuat dari China, nyatanya membatasi penurunan harga minyak. Goldman Sachs mengatakan permintaan komoditas melonjak di importir minyak terbesar dunia, dengan permintaan minyak mencapai 16 juta barel per hari.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pemotongan yang sebelumnya diumumkan sebesar 500.000 barel per hari (bpd) dalam produksi minyak Rusia akan berasal dari tingkat produksi 10,2 juta bpd pada bulan Februari.
Itu artinya, Rusia akan memproduksi 9,7 juta barel per hari antara Maret dan Juni. Ini akan menjadi pengurangan produksi yang jauh lebih kecil daripada yang ditunjukkan Moskow sebelumnya.