Bisnis.com, BONTANG - Emiten batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) melalui anak usahanya, PT Indominco Mandiri (IMM), menargetkan proyek gasifikasi batu bara dapat beroperasi secara komersial pada 2025.
Era Tjahya Saputra, Kepala Teknik Tambang Indominco Mandiri, menyampaikan berdasarkan kajian awal Indominco Mandiri dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Tekmira) yang rampung pada akhir 2022, status proyek gasifikasi baru bara perseroan potensial untuk dikembangkan.
"Status kajian awal potensial untuk dikembangkan gasifikasi batu bara di wilayah operasi Indominco," jelasnya di kawasan operasional Indominco Mandiri di Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (16/3/2023).
Baca Juga : Strategi ITMG Pacu Gasifikasi Batu Bara |
---|
Rencananya gasifikasi batu bara menggunakan sistem bawah tanah (underground coal gasification/ UCG). Berdasarkan kajian diperkirakan proyek ini akan menelan investasi sekitar US$200 juta (Rp3,06 triliun dengan estimasi kurs Rp15.300 per dolar AS).
Selanjutnya, pada bulan Maret 2023, Indominco rencananya akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Pupuk Kaltim (PKT), sebagai calon pelanggan. MoU Indominco dan PKT bertujuan mengkaji potensi UCG bersama-sama. Hal ini menjadi langkah maju proyek gasifikasi karena sudah memiliki calon pelanggan tetap untuk jangka panjang.
Rencananya, Indominco akan melakukan uji coba proyek gasifikasi batu bara pada 2023-204, dan studi kelayakan (feasibility study/FS) ditargetkan rampung pada 2025. Era menjelaskan, setelah FS rampung, proyek UCG diharapkan langsung beroperasi secara komersial (commercial operations date /COD).
Nantinya Indominco akan mentransfer gas hasil gasifikasi batu bara ke PKT, yang kemudian diolah PKT menjadi pupuk sekitar 660.000 ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk tersebut, sambung Era, dibutuhkan batu bara sekitar 2 juta-3 juta ton dalam proses gasifikasi.
Dia optimistis proyek gasifikasi batu bara Indominco dapat terealisasi karena sudah memiliki pasar jangka panjang yang jelas, yaitu PKT. Apalagi diperkirakan PKT akan mengalami kekurangan suplai gas mulai 2027-2028. Selain itu, infrastruktur jaringan gas bisa memakai fasilitas existing dari Pertamina.
"IMM optimistis proyek UCG berlanjut karena dekat dengan pasarnya, yakni PKT sehingga mengurangi biaya transportasi dan proses. Untuk jaringan gas nanti bisa pakai yang punya Pertamina, apakah itu sewa, nanti bisa kami diskusikan," jelasnya.
Menurutnya, keunikan sistem UCG ialah tidak merusak area permukaan tanah untuk mengambil batu bara. Hal itu tentunya mengurangi biaya pengeboran sekaligus menjaga lingkungan. Adapun, tingkat kedalaman pengeboran bisa mencapai 350 meter-900 meter di bawah tanah.
Di Indominco sendiri, potensi batu bara yang bisa ditambang hanya 30 persen, sedangkan 70 persen tidak bisa diambil karena terlalu dalam dan mahal menurut perhitungan skala keekonomian. Adanya proyek UCG dapat meningkatkan potensi keekonomian dari batu bara yang sebelumnya tidak bisa ditambang.
"Dengan proyek UCG kami tidak perlu mengubah rona muka tanah. Dari sisi lingkungan tentunya akan lebih hijau karena tidak harus motong atau menggunakan alat keruk besar. Ini cukup potensial kalau memang bisa berhasil, dan kami upayakan untuk berhasil," paparnya.
Saat ini, rerata produksi batu bara Indominco berkisar 6 juta-7 juta ton per tahun. Adapun, produksi tersebut di luar produksi batu bara nantinya untuk proyek UCB 2 juta-3 juta ton per tahun. Berdasarkan data ITMG, target produksi batu bara Indominco pada 2023 mencapai 6,4 juta ton, dengan cadangan 24 juta ton dan sumber daya 240 juta ton.