Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

India Bakal Naikkan Bea Masuk CPO, Ekspor Indonesia Terdampak?

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menuturkan kebijakan peningkatan bea masuk produk CPO India tak akan berdampak banyak terhadap ekspor CPO.
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, MANGUPURA - Pemerintah India dikabarkan akan menaikkan bea masuk produk minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melihat kebijakan India ini tidak akan berdampak banyak terhadap ekspor CPO Indonesia.

Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono mengatakan tarif bea masuk India ini baru akan diberlakukan dan pengusaha sawit akan melihat berapa kenaikan bea masuk yang dikenakan. Apabila peningkatan tarif bea masuk tersebut tinggi, maka akan mempengaruhi harga CPO di India yang akan lebih mahal.

"Itu pasti akan terganggu, artinya konsumsi mereka ke sawit akan turun. Biasanya mereka mainkan seperti itu, karena mereka mengamankan dalam negeri mereka, untuk petani mereka juga," kata Eddy ditemui di sela-sela Munas Gapki di Mangupura, Bali, Rabu (8/3/2023).

Menurut Eddy, dalam waktu dekat ini kebijakan peningkatan tarif bea masuk India ini belum akan begitu berpengaruh ke Indonesia dan dia memastikan ekspor CPO Indonesia masih akan aman dalam waktu dekat.

Lebih lanjut, Eddy menuturkan realisasi ekspor sawit Indonesia pada tahun 2022 adalah sebesar 30,8 juta ton, turun dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 33,6 juta ton. Meski demikian, Eddy melihat penurunan ekspor ini belum tentu akan berlanjut pada 2023.

Dia menjelaskan ekspor CPO belum tenti akan turun karena akan bergantung pada kebutuhan negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Pasalnya, apabila panen CPO negara-negara tersebut turun dan kurang baik, maka mereka akan melakukan impor.

"Walaupun nanti terjadi penurunan produksi di Indonesia dan Malaysia, tetapi kebutuhan mereka naik akrena suplai minyak nabati lain tidak mencukupi, ekspor kita bisa naik. Jadi dengan kenaikan konsumsi kita sampai 25 juta ton, dengan produksi 50 juta ton, masih ada yang bisa untuk diekspor," ucapnya.

Akan tetapi, lanjut dia, yang perlu diwaspadai jika tahun lalu ekspor mencapai 30 juta ton dan konsumsi CPO dalam negeri terus naik, maka produksi CPO Indonesia bisa tidak mencukupi.

"Ini kenapa peremajaan sawit rakyat (PSR) didorong untuk mengejar produksi. Kalau misal produksi kita turun, konsumsi naik, bisa jadi ekspor kita tahun ini akan di bawah 30 juta ton," tutur Eddy.

Adapun Eddy memproyeksi jika produksi CPO Indonesia masih sekitar 52-53 juta ton, maka ekspor CPO Indonesia pada 2023 bisa hampir sama saja dengan tahun 2022, yakni sekitar 30 juta ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper