Bisnis.com, JAKARTA — BNP Paribas AM berencana untuk merilis produk baru berbasis ESG sebagai upaya meningkatkan dana kelolaan di tengah kondisi pasar modal Indonesia masih menghadapi ketidakpastian.
“Kami berencana merilis produk baru, baik berbasis ESG maupun non-ESG. Kapan, itu ditunggu saja,” kata Direktur dan Head of Marketing and Product Development BNP Paribas AM Maya Kamdani di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Maya mengatakan BNP Paribas akan secara aktif mengenal kebutuhan nasabah di tengah kondisi pasar saat ini untuk menggenjot nilai aktiva bersih (NAB), termasuk dengan memperkenalkan produk berbasis environmental, social, and governance (ESG).
Dia mengemukakan indeks berbasis ESG memperlihatkan pertumbuhan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pertumbuhan pada 2022 bahkan mencapai 55 persen pada 2022 sehingga menjadi 50.000 indeks di seluruh dunia.
Pertumbuhan indeks ini juga diikuti dengan kenaikan asset under management (AUM) yang diestimasi mencapai US$41 triliun pada 2021 dan US$50 triliun pada 2025 atau setara dengan sepertiga AUM global.
“Kami akan gencar melakukan sosialisasi dan edukasi karena memang peluangnya masih luas. Terlebih investor menjadikan aspek ESG sebagai pertimbangan investasinya,” kata dia.
Baca Juga
Performa indeks berbasis ESG tercatat lebih stabil selama pandemi. Di Indonesia indeks ini memiliki volatilitas lebih rendah dibandingkan dengan non-ESG. Sebagai contoh, volatilitas IDX ESG Leaders berada di 21,79 persen pada kurun 1 Januari 2019 sampai 30 Desember 2022, sementara IDX30 mencapai 23,17 persen.
Maya mengatakan terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pergerakan tersebut, di antaranya adalah kewaspadaan investor pada ketidakpastian perekonomian di tengah perubahan iklim, penyebaran penyakit menular, bencana alam, dan kondisi sosial ekonomi.
Pada kesempatan yang sama, Direktur & Head of Fixed Income BNP Paribas AM Djumala Sutedja mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang bergerak menuju 7.700—8.000, selama sejumlah sentimen berjalan sesuai skenario yang diperkirakan.
Djumala mengatakan kepercayaan investor pada pasar saham akan terjaga jika suku bunga acuan The Fed memperlihatkan tren penurunan pada akhir tahun sehingga memberi konfirmasi perlambatan ekonomi yang lebih landai.
“Pertumbuhan ekonomi China yang mencapai 5 persen juga bisa menjadi sentimen positif. Dalam skenario ini, pandangan investor cenderung oke,” kata dia.