Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan jasa keuangan JP Morgan memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai level 7.500 pada akhir 2023. J.P. Morgan memperkirakan adanya momentum positif di pasar modal Indonesia di tahun 2022, yang akan berlanjut di tahun 2023.
Head of Indonesia Equities Research JP Morgan Henry Wibowo mengatakan J.P. Morgan memprediksi IHSG akan menyentuh level 7.500 di akhir 2023. Dia menuturkan pandangan JP Morgan masih positif terhadap pasar saham Indonesia.
"Rating yang kami berikan untuk ekuitas Indonesia adalah overweight, salah satu pasar yang kami sukai di Asia Pasifik," ujar Henry di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Menurut Henry, JP Morgan masih melihat terdapat konsumsi domestik yang kuat, meskipun terdapat banyak risiko eksternal bagi pasar modal Indonesia.
Dia menjelaskan salah satu poin menarik adalah harga batu bara yang tahun lalu menembus US$400 per ton, saat ini turun menjadi US$200 per ton. Penurunan harga komoditas ini membuat investor panik karena pertumbuhannya turun.
"Tetapi dibanding beberapa tahun lalu saat harga batu bara US$80-US$90 per ton, penurunan saat ini masih double harganya. Itu kenapa kami masih positif melihat pasar modal Indonesia," ucapnya.
Baca Juga
Senior Country Officer JP Morgan Indonesia Gioshia Ralie menjelaskan pandangan positif JP Morgan tersebut datang bahkan ketika pasar saham lokal telah melihat aliran dana asing keluar sejak awal tahun. Hal tersebut akibat investor memindahkan dana ke China, setelah Negeri Panda tersebut membuka kembali perbatasannya dan mencabut kebijakan zero tolerance Covid-19 selama tiga tahun.
"Pada dasarnya konsumsi domestik Indonesia tetap kuat dan pendapatan perusahaan bahkan tumbuh tinggi. Kami yakin pasar saham Indonesia akan tetap memiliki outlook positif tahun ini, karena investor memutuskan untuk buy on weakness," kata Gioshia dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, lanjutnya, mata uang rupiah yang menguat dan naik sekitar 3 persen tahun ini terhadap dolar AS, juga akan memberikan iklim investasi yang suportif terhadap pasar saham dalam waktu dekat.
Menurutnya, rupiah yang lebih kuat dapat menguntungkan pasar, di mana apresiasi rupiah sebesar 1 persen terhadap dolar AS dapat meningkatkan laba bersih per saham sebesar 1 persen, dengan asumsi hal lainnya tetap konstan.
"Penguatan rupiah juga merupakan kabar baik bagi importir dengan menggunakan dolar AS, terutama perusahaan consumer goods yang mengimpor bahan baku, dan juga perusahaan dengan eksposur utang menggunakan dolar AS," ujarnya.