Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp15.185 dihadapan dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (14/2/2023), sementara itu indeks dolar terpantau melemah 0,01 persen ke posisi 103,160 jelang rilis data inflasi AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat sebesar 0,11 persen atau 17 poin ke posisi Rp15.187 dihadapan dolar AS. Beberapa mata uang Asia Pasifik terpantau dibuka bervariasi.
Dolar Singapura terpantau menguat 0,01 persen, Dolar Taiwan menguat 0,12 persen, Won Korea Menguat 0,46 persen, dan Peso Philipina menguat 0,10 persen. Kemudian Yuan China dan Ringgit Malaysia menguat masing-masing 0,03 persen dan 0,10 persen.
Sementara itu Rupee India dan Bath Thailand terpantau melemah masing-masing 0,27 persen dan 0,11 persen.
Sebelumnya Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.200 hingga Rp15.280.
Dolar naik terhadap mata uang lainnya, karena investor semakin khawatir tentang laporan inflasi AS hari ini waktu setempat, yang dapat menunjukkan angka yang lebih tinggi dari perkiraan pasar di tengah data yang menunjukkan ekspektasi kenaikan harga yang berkelanjutan selama tahun depan, yang dapat mengundang lebih banyak pengetatan moneter oleh Federal Reserve.
Baca Juga
“Karena data terus menunjukkan momentum positif AS, dolar berada pada kecepatan untuk kenaikan mingguan kedua terhadap sekeranjang enam mata uang, kenaikan yang belum pernah terlihat sejak Oktober,” katanya dalam riset harian, dikutip Senin (13/2/2023).
Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan pasar terus memantau perkembangan pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2023.
Salah satu kunci utama agar Indonesia dapat bertahan dari hantaman ketidakpastian global dan ancaman resesi adalah penguatan pasar domestik dan hilirisasi industri. IMF sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 akan mencapai 3,4 persen dan tumbuh melambat menjadi 2,9 persen pada 2023.
Kemudian meningkat menjadi 3,1 persen pada 2024. Namun ancaman resesi global perlu diwaspadai. Pasalnya resesi global berpotensi menurunkan permintaan ekspor karena menurunnya permintaan global dan risiko kenaikan harga bahan baku impor.