Bisnis.com, JAKARTA — PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam masih mempelajari minat investasi konsorsium LG Energy Solution (LG) pada skema usaha patungan atau joint venture pembuatan baterai listrik dari sisi hulu hingga hilir bersama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC).
LG belakangan menarik investasi mereka pada sisi hilir pabrikan baterai listrik tersebut yang sempat disepakati pada awal komitmen usaha patungan.
Di sisi lain, LG berkeinginan untuk membatasi investasi mereka hanya pada tahap pembangunan smelter bijih nikel lewat rekanan konsorsium mereka Huayou Holding.
“Mereka akan menyelesaikan beberapa hal di internal mereka baru kita diskusikan lagi,” kata Direktur Pengembangan Usaha ANTM Dolok Robert Silaban saat ditemui selepas rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Dolok mengatakan perseroannya bakal melanjutkan pembahasan bersama dengan konsorsium LG setelah adanya kesepakatan final dari perusahaan rekanan tersebut.
Kendati demikian, ANTM diketahui keberatan apabila investasi konsorsium LG itu hanya berhenti pada tahap pengerjaan smelter lewat Huayou Holding. ANTM menilai investasi konsorsium LG itu mesti dilakukan hingga tingkat hilir pabrikan baterai setrum mendatang.
Baca Juga
“Mengenai rencana selanjutnya setelah mereka firm, kan menghadapi A dan B beda dong strateginya,” tuturnya.
Seperti diketahui, negosiasi investasi LG yang mandek itu pertama kali disampaikan Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (6/2/2023).
Saat itu sebagian anggota dewan komisi energi meminta kejelasan investasi konsorsium LG di usaha patungan baterai listrik terintegrasi bersama dengan IBC.
“Kami dapat informasi dari Aneka Tambang [Antam] bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Hendi.
Kendati demikian, Hendi menilai negosiasi yang berlanjut bersama dengan Huayou itu belakangan tidak seimbang dari kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian usaha patungan awal.
Dia beralasan rekanan konsorsium LG itu tidak memiliki keahlian serta pengalaman untuk pabrikan baterai setrum. Alasannya, portofolio Huayou lebih banyak pada pengembangan smelter.
“Kami masih menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke EV manufacturer-nya, sedangkan Huayou kan bergerak hanya di pengembangan smelter,” tuturnya.
Adapun pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun ini. Antam baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.
Adapun dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.
Sebelumnya, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan total investasi dari dua konsorsium itu mencapai sekitar US$14 miliar atau setara dengan Rp214,88 triliiun, kurs Rp15.349. Perinciannya, Proyek Titan yang dikerjakan Konsorsium LG berinvestasi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun. Sisanya, Proyek Dragon yang dikerjakan Konsorsium CBL mengambil porsi investasi US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun.
“Investasi paling besar di pengerjaan RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace) dan HPAL (High Pressure Acid Leaching) sekitar US$5 miliar terus baterai sel hampir US$4 miliar,” kata Toto saat acara Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Selasa (11/10/2022).
Toto menerangkan kerja sama dengan dua konsorsium itu belakangan menjamin rantai nilai tambah industri baterai kendaraan listrik dari hulu hingga hilir tetap berada di dalam negeri. Malahan, dia mengatakan, IBC juga bakal mengadopsi teknologi daur ulang baterai hasil kerja sama dengan dua konsorsium tersebut mendatang.
Di sisi lain, dia menggarisbawahi, kerja sama dengan dua konsorsium itu juga turut mengamankan potensi pasar kendaraan listrik global mendatang. Alasannya, kedua konsorsium itu berada di peringkat pertama dan kedua terkait dengan pangsa pasar baterai setrum dunia. Artinya, potensi pasar domestik yang belum kuat dapat diimbangi dengan jejaring pasar yang dimiliki oleh CBL dan LG di luar negeri.
“CATL itu produsen terbesar EV battery di dunia hampir 34 persen pasar dikuasai mereka, LG dari Korea Selatan nomor dua di dunia. Uniknya, LG akan melayani pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat, CATL akan ke China ini tiga pasar besar,” kata dia.
Berdasarkan hitung-hitungan IBC, permintaan baterai kendaraan listrik di dalam negeri akan mencapai 59,1 Giga Watt hour (GWh) pada 2035 mendatang. Permintaan itu berasal dari segmen roda empat sebesar 38,2 GWh dengan asumsi 300.000 hingga 400.000 mobil listrik, roda dua sebesar 14,2 GWh dengan pengguna motor listrik 3,2 juta hingga 3,8 juta serta 3,5 GWh diperuntukan pada sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS).
Sisanya 3,2 GWh akan dialihkan untuk pasar ekspor di kawasan Asia Tenggara pada 2035 mendatang. Indonesia ditargetkan dapat menjadi dua pemasok teratas untuk baterai dan kendaraan listrik yang mencakup 35 persen pangsa pasar negara-negara di kawasan ASEAN saat itu.
“Perlu investasi cukup besar kita sudah mulai 2024 untuk roda empat, untuk ekosistem kita tidak bisa diam kita juga harus dorong dari aspek permintaannya untuk roda empat dan dua ini,” kata dia.
Dari sisi alih teknologi dan investasi, MIND ID tengah berunding dengan mitra ihwal kepemilikan porsi saham untuk proses pengolahan hingga perakitan baterai di tingkat hilir industri. Kendati demikian, MIND ID lebih dahulu mengunci kepemilikan saham mayoritas hingga 51 persen di sisi hulu untuk penambangan nikel milik Antam.