Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merampungkan aturan pembelian kembali (buyback) saham-saham perusahaan terbuka yang terkena delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun ini.
Kepala Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan saat ini pihaknya masih dalam proses untuk merevisi aturan buyback saham perusahaan delisting.
"Kami proses revisi POJK terkait buyback saham tersebut karena di-delisting di BEI," kata Inarno dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023).
Dia menargetkan aturan tersebut dapat segera terbit pada tahun 2023 ini. Regulasi POJK nantinya juga mengatur kelangsungan usaha (going concern) suatu emiten.
"Dan juga terkait going concern daripada perusahaan tersebut, sekarang masih proses revisi POJK tersebut, diharapkan dalam tahun ini sudah keluar revisi POJK tersebut," katanya.
Diketahui, saat ini buyback saham delisting diatur dalam POJK Nomor 30/POJK.04/2017. Pada Pasal 8 aturan tersebut, pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 18 bulan setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baca Juga
Sementara itu, dalam draf RPOJK yang diunduh dari laman resmi OJK, Pasal 8 mengatur, Pelaksanaan pembelian saham wajib diselesaikan paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPS.
Adapun, BEI memiliki kewenangan untuk melakukan delisting yang merupakan penghapusan suatu emiten di bursa saham secara resmi.
BEI akan menghapus emiten tersebut dari daftar perusahaan publik. Maka, emiten dan investor tidak dapat lagi melakukan Jual beli saham secara bebas di pasar modal.
Emiten yang telah tercatat dan diperdagangkan di BEI bisa keluar atau dikeluarkan apabila terjadi kondisi-kondisi tertentu pada emiten. Penghapusan ini bisa bersifat sukarela (voluntary delisting) maupun paksaan (force delisting).
Berdasarkan peraturan Bursa No. I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, BEI dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila memenuhi dua ketentuan.
Pertama, ketentuan III.3.1.1, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.