Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Heru Hidayat, PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM) dan PT SMR Utama Tbk. (SMRU) terancam didepak dari Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan pengumuman Bursa Efek Indonesia, Jumat (27/1/202), TRAM dan SMRU terancam dihapus dari bursa karena telah disuspensi bursa selama 36 bulan per 23 Januari 2023.
Keputusan itu sesuai dengan Peraturan Bursa Nomor I-I dalam Ketentuan III.3.1.2, yaitu untuk saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Delisting kedua perseroan yang dikendalikan oleh terdakwa kasus korupsi Jiwasraya, Heru Hidayat, ini juga mempertimbangkan Ketentuan III.3.1.1, di mana perusahaan mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum.
Per 30 Desember 2022, Kejaksaan Agung mengendalikan 48,89 persen saham TRAM, dan sisa 51,11 persen masih digenggam publik. Sementara itu, TRAM tercatat mengendalikan 52,30 persen saham SMRU, PT Asabri (Persero) mendekap 8,11 persen dan masyarakat mengantongi 39,59 persen saham SMRU.
Kabar terakhir, anak usaha PT SMR Utama Tbk (SMRU), membenarkan kabar gagal bayar surat utang Medium Term Note (MTN) senilai Rp400 miliar.
Baca Juga
Corporate Secretary SMRU Arief Novaldi mengungkapkan bahwa SMRU gagal membayarkan MTN I Ricobana Abadi Tahun 2017 yang diterbitkan dengan nilai sebesar Rp400 miliar pada 20 Desember 2017 dengan jangka waktu lima tahun dan jatuh tempo pada 20 Desember 2022.
“Penyebab gagal bayar MTN tersebut terutama disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut, pertama kasus hukum atas komisaris utama PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM), pengendali Perseoan, yang secara tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha SMRU dan entitas anaknya,” jelas Arief.
Arief menjelaskan, pada saat ini entitas anak SMRU masih dalam proses restrukturisasi dengan pemegang MTN. Pasalnya kasus tersebut menimbulkan pembatasan pembiayaan atas peremajaan alat-alat berat oleh berbagai lembaga pembiayaan baik bank dan non-bank, serta pembatasan suplai atas komponen dan spare part dari alat-alat berat yang dilakukan oleh supplier.
“Hal ini menyebabkan kemampuan handling pekerjaan penambangan menjadi menurun dan berdampak kepada penurunan pendapatan dan meningkatnya biaya operasional entitas anak mengingat beberapa supplier menerapkan kebijakan cash and carry untuk pembelian komponen dan spare part alat berat,” jelasnya.
Selain itu, pandemi Covid-19 pada 2020 juga menjadi penyebab, di mana pada kuartal III/2020 harga batu bara menyentuh level terendahnya jika dibandingkan dengan pada 2019 karena permintaan yang turun baik ekspor dan domestik sebagai akibat dari penerapan kebijakan lockdown
Kemudian, pada awal 2021, harga batu bara mulai beranjak naik hingga mencapai level tertinggi sepanjang masa pada September 2022. Peningkatan harga batu bara tersebut berdampak pada peningkatan harga komoditas lainnya seperti besi, karet dan bahan peledak sehingga mengakibatkan meningkatnya biaya operasional entitas anak.
“Hal ini sangat menggangu working capital dari entitas anak SMRU mengingat tarif pekerjaan penambangan pada kontrak kerja entitas anak Perseroan dan pemilik tambang di tanda tangani jauh sebelum terjadi peningkatan harga batu bara yang signifkan,” ungkap Arief.
Sejumlah Izin Usaha Penambangan (IUP) entitas anak SMRU seperti PT Delta Samudra dan PT Gunung Bara Utama juga dicabut, dan entitas anak masih menanggung beban operasional atas para pekerja yang dirumahkan.
“Skema restrukturisasi yang diajukan oleh entitas anak perseroan kepada pemegang MTN adalah perpanjangan waktu jatuh tempo dan penurunan tingkat suku bunga. Hambatan yang dihadapi perseroan untuk merealisasikan rencana restrukturisasi tersebut adalah ketercapaian target-target produksi yang diasumsikan dan realisasi atas belanja modal guna menunjang ketercapaian produksi tersebut,” paparnya.
Adapun, peningkatan kewajiban lancar entitas anak SMRU per 31 Desember 2022 berdampak pada semakin sulitnya entitas anak untuk memperoleh pembiayaan atas peremajaan alat-alat beratnya.