Bisnis.com, JAKARTA - Saham pengendali PT Solusi Tunas Pratama Tbk. (SUPR), PT Profesional Telekomunikasi Indonesia atau Protelindo tercatat berkurang menjadi 49,98 persen dalam laporan terbaru Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Dokumen KSEI menyebutkan saham Protelindo di SUPR berkurang menjadi 568,5 juta saham atau setara 49,98 persen per 24 Januari 2023. Sebelumnya, per 20 Januari 2023, saham Protelindo di SUPR tercatat sebanyak 1,13 miliar atau setara 99,96 persen.
Vice President Director Protelindo Adam Gifari menjelaskan sepengetahuan Protelindo, tidak ada pengalihan saham SUPR milik Protelindo. Akan tetapi, perusahaan dalam proses untuk mengubah 50 persen saham scriptless miliknya di SUPR menjadi script atau warkat.
"Namun, secara total, kepemilikan saham Protelindo di SUPR tidak berubah," kata Adam menjawab pertanyaan Bisnis, dikutip Jumat (27/1/2023).
Dia melanjutkan, pada Februari nanti, Protelindo akan melakukan pelaporan daftar pemegang saham ke BEI. Menurutnya, dalam pelaporan tersebut akan terlihat tidak ada perubahan kepemilikan saham Protelindo di SUPR.
"Di situ akan terlihat bahwa pada Januari 2023 tidak ada perubahan kepemilikan saham Protelindo atas SUPR, yaitu tetap sekitar 99,99 persen," ucap Adam.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Grup Djarum melalui Protelindo mengakuisisi saham SUPR pada 2021 lalu. Protelindo mengakuisisi sebanyak 1,06 miliar saham atau 94,03 persen saham SUPR dengan nilai mencapai Rp16,7 triliun.
Adapun, saat ini kepemilikan masyarakat di saham TOWR hanya sebesar 0,04 persen atau sebanyak 480.044 saham. Selain Protelindo, tidak terdapat nama pemegang saham pengendali lain di SUPR. Dengan demikian, jumlah saham SUPR yang beredar di publik ini tercatat belum memenuhi ketentuan free float dari BEI yang sebesar 7,5 persen.
Sebelumnya, Direktur Utama SUPR Juliawati Gunawan Halim mengatakan pihaknya masih memiliki waktu dua tahun untuk pemenuhan free float pemegang saham. Hal ini mengikuti ketentuan yang berlaku terkait pengalihan kembali saham setelah pelaksanaan mandatory tender offer (MTO).
"Ada dua tahun untuk kami memenuhi ketentuan bursa. Go private, saya tidak bisa berkomentar tentang itu, karena hal ini belum pernah dibicarakan dan diputuskan," ujarnya.