Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) cenderung turun sepanjang awal 2023, meskipun ada potensi pertumbuhan kinerja fundamental.
Pada penutupan perdagangan Jumat (13/1/2023), saham GIAA ambrol 6,45 persen atau 8 poin ke Rp116. Kapitalisasi pasarnya terpangkas hingga Rp10,61 triliun.
Saham GIAA pun mencapai level terendahnya sepanjang masa. Adapun, Garuda listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) di harga Rp750 per saham dan meraih dana IPO Rp4,75 triliun.
Namun, sejak perdagangan saham GIAA dibuka kembali pada 3 Januari 2023, pergerakannya cenderung tertekan. Potensi perbaikan kinerja pada 2023 belum cukup menopang harga saham.
Menyikapi penurunan saham GIAA, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan pihaknya akan fokus terhadap rencana bisnis (business plan) perseroan. Irfan menyebut pihaknya akan fokus pada profitabilitas perusahaan.
“Memastikan sesuai dengan yang kita janjikan di PKPU dan fokus ke profitability,” kata Irfan saat dihubungi Bisnis, Selasa (10/1/2023) malam.
Baca Juga
Irfan pun meyakini perseroan dapat mencatatkan pertumbuhan kinerja secara operasional. Meski tidak menyebutkan target secara detail, pertumbuhan jumlah penumpang GIAA akan optimal pada 2023.
Dia menjelaskan, Garuda memproyeksikan akan memaksimalkan sejumlah outlook rencana strategis korporasi, di antaranya melalui penambahan kapasitas alat produksi GIAA. Dia menyebut pada 2023 ini, GIAA menargetkan dapat mengoperasikan sedikitnya 66 armada, di luar armada yang dimiliki sebanyak 6 armada.
Selain itu, Garuda juga akan terus memaksimalkan strategi pengembangan jaringan berbasis hub strategis, dengan memperkuat konektivitas penerbangan menuju destinasi penerbangan dengan permintaan penumpang yang tinggi dari sejumlah hub penerbangan strategis di Indonesia, di antaranya Jakarta, Denpasar, Makassar, hingga Kualanamu atau Medan.
Dari sisi pendanaan, GIAA tercatat menerima dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun sebagai dukungan terhadap langkah penyehatan kinerjanya. PMN tersebut berkaitan dengan langkah rights issue sebanyak 39,7 miliar saham atau senilai Rp7,79 triliun.
Tahapan ini yang kemudian akan dilanjutkan dengan PMTHMETD atau private placement, dengan Garuda melakukan pendistribusian saham dalam rangka konversi utang sebesar 25,8 miliar saham, atau senilai Rp5,05 triliun, termasuk di dalamnya realisasi Obligasi Wajib Konversi (OWK).
Sebelumnya, BEI dalam pengumuman pencabutan penghentian perdagangan sementara perdagangan efek GIAA menuturkan Bursa mencabut suspensi GIAA di seluruh pasar, terhitung sejak sesi I perdagangan efek hari Selasa, tanggal 3 Januari 2023.
"Bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan GIAA," tulis BEI, Selasa (3/1/2023).
Sebagaimana diketahui, BEI melakukan suspensi perdagangan GIAA pada 18 Juni 2021. Direktur Penilaian Perdagangan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan Bursa telah melakukan penghentian perdagangan atau suspensi saham GIAA sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 18 Juni 2021. Suspensi ini disebabkan oleh penundaan pembayaran kupon sukuk global.