Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 58 perusahaan dari berbagai sektor telah melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dan tercatat di Bursa efek Indonesia per 9 Desember 2022. Pengamat menyebutkan potensi IPO di 2023 juga akan semarak, termasuk perusahaan teknologi yang saat ini sedang mengalami penurunan kinerja saham.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Profesor for Finance and Investment IPMI International Business School Roy Sembel mengungkapkan sejumlah perusahaan yang berpotensi IPO pada 2023 ialah yang bergerak di bidang bisnis teknologi seperti sosial media, e-commerce, big data analyst dan e-platfom, bidang tradisional seperti health care, farmasi, infrastruktur, retail outlet, dan lainnya.
“Untuk sektor teknologi ke depannya akan berpeluang [IPO] karena kita tidak melihat bisnis ini dengan cara cara lama ngeliatnya. Kita belajar dari pengalaman yang lalu maka masih ada perusahaan perusahaan teknologi yang fundamentalnya tetap bagus,” kata Roy menjawab pertanyaan Bisnis dalam acara Economic and Market Outlook 2023 Asosiasi Analis Efek Indonesia, Kamis (8/12/2022).
Lebih lanjut, Roy menjelaskan jika saat ini perusahaan teknologi ada yang hanya mengandalkan growth kemudian traction growth jangka panjang, dimana pada kenyataannya banyak yang masih rugi.
“Jadi yang selanjutnya akan IPO adalah bukan lagi perusahaan-perusahaan teknologi yang hanya mengandalkan growth tapi masih bolong di profit dan cash-nya tapi perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan kinerjanya,” lanjutnya.
Faktor teknologi itulah yang akan membawa perusahaan menjadi good fundamental dan bermanfaat bagi investornya baik jangka panjang maupun pendek. Itu salah satunya dari bidang teknologi.
Baca Juga
Roy juga menambahkan jika tidak hanya sektor teknologi yang berpeluang menjajaki lantai Bursa, melainkan juga sektor tradisional seperti health care, farmasi, infastruktur, dan recovery leisure economy.
“Karena yang seperti itu karena mulainya dari bawah begitu recovery akan naiknya luar biasa dan memerlukan pendanaan untuk bisnis ekspansinya, sehingga berpeluang untuk IPO."
Potensi berikutnya, kata Roy juga datang dari BUMN dimana saat ini perusahaan pelat merah sedang melakukan restructuring holding dan subholding serta sedang memikirkan bagian mana dari BUMN tersebut yang akan bisa IPO.
“Dengan demikian ada bagian yang sudah disisihkan untuk yang komersial meskipun BUMN masih banyak penugasan tapi bagian yang bisa lebih full komersialnya itulah yang banyak holding subholding dari BUMN yang potensi untuk IPO dan biasanya BUMN yang IPO itu cenderung bagus dari pengalaman yang lalu-lalu,” lanjutnya.
Banyaknya sektor yang berpeluang untuk IPO tidak lepas dari berbagai sentimen yang berasal dari kuartal III dan selanjutnya, tingkat inflasi sudah terlihat jinak dan mereda dan keyakinan kenaiakan suku bunga yang tidak akan seperti sebelumnya karena sudah memuncak dan melandai.
“Pada saat itulah akan jadi sentimen positif untuk orang mulai berfikir lagi ke capital market pada umumnya, obligasi juga masuk. Serta pada akhirnya pintu untuk IPO akan terbuka khususnya untuk perusahaan yang mungkin fundamentalnya bagus di beberapa sektor tersebut,” imbuh Roy.