Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut saat ini terdapat dua pipeline besar untuk initial public offering (IPO) pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan saat ini pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian BUMN terkait dua pipeline tersebut. Kedua pihak berharap setidaknya ada satu pipeline yang dapat terealisasi pada tahun ini. Sementara satu pipeline kemungkinan dapat teralisasi tahun depan.
"Mudah-mudahan ada satu yang bisa terealisasi pada tahun ini dan satu lagi kemungkinan di tahun depan. Yang lainnya saya belum bisa mengatakan," ujar Inarno dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan November, Selasa (6/12/2022).
Terkait dengan pipeline dari keseluruhan calon emiten, Inarno mengatakan saat ini terdapat 91 perusahaan dengan total dana mencapai Rp96,2 triliun. Selain itu, ada 57 perusahaan yang akan melantai di bursa pada tahun 2023.
OJK sendiri optimistis dapat memperoleh dana sekitar Rp152,7 triliun pada tahun 2023. Dana ini terdiri dari Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk (EBUS) Rp109,47 triliun, IPO Rp22,1 triliun, dan Penawaran Umum Terbatas (PUT) Rp21,5 triliun.
"Optimis mengingat pipeline cukup banyak," ujar Inarno.
Baca Juga
Inarno juga menyinggung terkait kemungkinan perusahaan non Perseroan Terbatas (PT) untuk melantai di bursa. Menurutnya, perusahaan non PT belum bisa diakomodir untuk masuk ke bursa seperti diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Lebih lanjut, Inarno juga menyinggung terkait aturan mengenai auto reject asimetris yang berlaku saat ini. Menurutnya, auto reject asimetris masih cukup relevan untuk dipertahankan untuk mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global.
"Kita selalu mereview dan merencanakan untuk membuat kebijakan itu simetris. Namun, secara bertahap sesuai dengan situasi kondisi yang kita hadapi," jelas Inarno.
Sebagai informasi, auto reject adalah pembatasan minimum dan maksimum suatu kenaikan maupun penurunan harga saham dalam jangka waktu satu hari perdagangan di bursa.
Auto reject asimetris adalah batas penolakan sistem perdagangan yang batas kenaikan maksimum saham (batas atas) dan batas penurunan maksimum (batas) bawah tidak sama
Selama pandemi aturan terkait auto reject tidak simetris diberlakukan berdasarkan SK Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00023/BEI/03-2020 perihal Perubahan Batasan Auto Rejection. Adapun keputusan itu telah berlangsung sejak 9 Maret 2020.
Akibat tidak simetris, BEI membatasi auto reject bawah (ARB) maksimal dalam satu hari perdagangan adalah 7 persen. Namun, berbeda dengan auto reject atas (ARA) pada sebuah saham.
PT Bursa Efek Indonesia memberlakukan ARA hingga 35 persen untuk saham untuk rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200. Kemudian batas 25 persen untuk rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000. Terakhir ARA hingga 20 persen untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.