Bisnis.com, JAKARTA - Obligasi di Indonesia mendekati titik terbaik untuk dibeli karena kebijakan suku bunga telah mendekati level puncaknya pada kuartal I/2023. Hal ini memberikan kenyamanan dan keuntungan bagi investor obligasi negara.
Di tengah tanda-tanda kebijakan kenaikan suku bunga Indonesia mungkin mencapai puncaknya setelah kuartal I/2023, analisis siklus suku bunga historis Bloomberg menunjukkan imbal hasil dua tahun negara cenderung dengan cepat menghapus setiap kenaikan yang dilakukan sebelumnya pasca kenaikan suku bunga acuan.
Mereka turun rata-rata 28 basis poin dalam tiga bulan setelah kenaikan terakhir, menurut data selama lebih dari satu dekade terakhir.
“Kurva telah memperkirakan sebagian besar kenaikan suku bunga yang diharapkan dalam siklus ini. Ini memberikan dukungan untuk obligasi pemerintah Indonesia," kata Jennifer Kusuma, Ahli Strategi Suku Bunga Senior Australia & New Zealand Banking Group di Singapura, dikutip dari Bloomberg, Senin (28/11/2022).
Obligasi Indonesia telah jatuh lebih dari 1,5 persen kuartal ini, total pengembalian terburuk di negara berkembang Asia untuk investor berbasis dolar. Kerugian telah meningkat karena bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali berturut-turut, dua kali terakhir adalah kenaikan setengah poin persentase.
"Ke depan, ekspektasi inflasi yang lebih kuat menambah gambaran yang semakin positif," katanya.
Baca Juga
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pekan lalu menekankan inflasi inti akan mencapai puncaknya pada kuartal pertama 2023, sambil menandakan periode tersebut dapat menjadi titik balik untuk suku bunga.
Suku bunga acuan Indonesia akan naik 50 basis poin lagi untuk mencapai level terminal 5,75 persen pada kuartal pertama tahun depan, menurut sebuah perkiraan median ekonom oleh Bloomberg, termasuk ANZ. Itu lebih awal dari ekspektasi kenaikan suku bunga akhir di Malaysia pada kuartal kedua, dan dalam tiga bulan hingga September untuk Thailand.
Analisis juga menunjukkan imbal hasil obligasi dua tahun Thailand lebih dari sekadar menghapus kenaikan mereka menjelang tingkat puncak. Namun, untuk Filipina, keuntungan dalam obligasi tampaknya hanya mengkompensasi kurang dari setengah kerugian yang terjadi menjelang langkah terakhir.