Bisnis.com, MAKASSAR - Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan angkat bicara terkait izin AMDAL untuk proyek nikel terbaru PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) di Blok Pomalaa. Sepanjang telah memenuhi ketentuan, Luhut menggaransi keluarnya izin AMDAL bakal berjalan cepat dan efektif.
"Tidak ada yang proyek yang terlambat hanya karena prosedur. Kita secepatnya akan selesaikan masalah izin AMDAL ini," kata Luhut ketika hadir dalam acara groundbreaking pembangunan smelter di Pomalaa hari ini, Minggu (27/11/2022).
Namun, meski menggaransi prosedur bakal diurus cepat, Luhut menekankan bahwa INCO mesti tetap memenuhi regulasi yang ada. Kata Luhut, proyek tersebut harus memperhatikan kepentingan lingkungan. Sehingga, proyek ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam mata rantai nilai energi hijau global.
“Kami meminta agar proyek ini menyeimbangkan operasi komersial dengan keberlanjutan. Kita harus terus menjaga lingkungan dalam operasi, melalui praktik pertambangan yang baik dan konservasi," sambungnya.
Sebagai konteks, smelter INCO di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara bakal menghasilkan smelter nikel berbasis High Pressure Acid Leach (HPAL). Menurut proyeksi, produksi nikel berbasis HPAL di kawasan tersebut bakal menjadi yang terbesar di dunia.
INCO tidak sendirian. Dalam pembangunan smelter, mereka menggandeng perusahaan Negeri Panda, Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou).
Baca Juga
Konstruksinya diyakini bakal jadi jantung ekosistem pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri, dengan produk smelter Mix Hydroxide Precipitate (MHP), salah satu komponen baterai lithium.
Produksi tahunan smelter di Pomalaa diperkirakan mencapai 120.000 ton nikel, dan sekitar 15.000 ton kobalt yang terkandung dalam produk MHP. Modal investasi untuk membangun fasilitas tersebut tidak main-main, dengan nilai sekitar US$4,5 miliar atau setara Rp 70,5 triliun.
"Pabrik HPAL yang terbesar di dunia itu sebelumnya ada di Halmahera dengan produksi 20.000 ton nikel sudah ekspor, di Morowali ada 30.000 ton nikel, dan kemudian ada di sini 120.000 ton nikel. Jadi kita yang terbesar di seluruh dunia," kata Luhut.
Presiden Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy menyampaikan bahwa blok di Pomalaa memiliki luas kurang lebih 20.000 hektare, yang nantinya terbagi atas tiga bagian. Yakni area tambang, smelter, dan pelabuhan.
Blok Pomalaa dipastikan akan menghasilkan nikel yang berkualitas dan dengan memegang prinsip pengembangan tambang berkelanjutan.
"Di smelter ini, untuk penggunaan listriknya kami juga sepakat menggunakan listrik opsi energi rendah karbon. Untuk itu, tidak menggunakan batu bara di pabriknya," tutupnya.