Bisnis.com, JAKARTA - Emiten-emiten menara di pasar modal dihadapkan pada persaingan sengit dalam jangka pendek. Analis melihat masih terdapat ruang bagi emiten-emiten menara seperti PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG), hingga PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) untuk melanjutkan pertumbuhan kinerja pada 2023.
Analis HP Sekuritas Steven Gunawan menuturkan bisnis menara memang membutuhkan economic of scales, yang artinya, semakin besar aset menaranya, maka akan semakin efisien biaya operasionalnya. Karena hal ini, Steven menuturkan marak aksi akuisisi antar aset menara beberapa waktu belakangan ini.
"Persaingan dalam jangka pendek masih akan sengit, karena masih marak caplok-mencaplok aset menara, dan perpanjangan sewa-menyewa dari operator telekomunikasi masih dalam masa konsolidasi," kata Steven, Kamis (24/11/2022).
Menurut Steven, persaingan sengit ini terjadi karena akuisisi menara lebih cepat dalam ekspansi bisnis, daripada membangun menara baru.
Akan tetapi, lanjutnya, dalam jangka panjang persaingan menara bakal lebih longgar karena lama-kelamaan jumlah pemain menara tinggal sedikit.
"Menara itu malah kurang favorable di masa-masa konsolidasi emiten telekomunikasi yakni Indosat-Hutchison (IOH), sebab bisa terjadi declining dari tenants," ucapnya.
Baca Juga
Selain itu, lanjutnya, rezim suku bunga tinggi akan menjadi beban pendanaan bagi emiten menara karena umumnya emiten-emiten menara menggunakan pembiayaan eksternal untuk mendanai belanja modal
Adapun HP Sekuritas memilih saham MTEL sebagai top pick, mengingat kehadirannya yang kuat di luar Pulau Jawa. Hal tersebut mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang kuat di luar Jawa, karena booming komoditas dan industrialisasi.
Kehadiran MTEL yang kuat di wilayah tersebut, berpotensi membuatnya lebih menarik bagi operator telekomunikasi untuk memperluas jaringannya masing-masing. Sebagai informasi, saat ini 58 persen aset menara MTEL terletak di luar Jawa, dibandingkan TOWR dan TBIG masing-masing 39 persen dan 41 persen.
Selain itu, dengan kontribusi Indosat-Hutchison yang hanya 20 persen ke pendapatan, MTEL memiliki risiko terendah terhadap kemungkinan penurunan pendapatan karena penyederhanaan jaringan Indosat-Hutchison.
Ciptadana Sekuritas merekomendasikan buy untuk saham TBIG, dengan target harga Rp4.500. Sementara itu, Yuanta Sekuritas merekomendasikan hold untuk TBIG, dengan target harga Rp2.500.
Secara terpisah Senior Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji memproyeksikan kinerja Mitratel akan terus bertumbuh.
"MTEL masih mengalami bearish consolidation dalam jangka pendek. MTEL memiliki support pada Rp 680 per lembar saham dan resistance pada Rp740. Ini analisa teknikal. Bullish consolidation mulai berlaku jika MTEL konsisten bertahan di atas Rp705. Saat ini di Rp710," ujar Nafan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.