Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah dibuka melemah pada perdagangan akhir pekan, Jumat (18/11/2022) di tengah outlook penguatan dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, mata uang Garuda dibuka terdepresiasi 25 poin atau 0,16 persen ke Rp15.687 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS juga melemah 0,11 persen ke 106,57.
Bersama dengan rupiah, sejumlah mata uang di Asia juga melemah seperti dolar Taiwan melemah 0,24 persen, won Korea Selatan melemah 0,02 persen, rupee India melemah 0,42 persen dan ringgit Malaysia melemah 0,01 persen.
Tim Riset Monex Investindo Futures (MIFX) memperkirakan pelemahan rupiah dan mata uang lainnya di Asia lantaran adanya outlook kenaikan suku bunga bank sentral AS.
Empat pejabat The Federal Reserve yang menjadi anggota Federal Open Market Committee (FOMC), pada acara terpisah kemarin, menyebutkan dukungan kenaikan suku bunga sebesar 0,50 persen untuk Desember mendatang.
“Walau sudah diprediksi secara umum, tetapi hal ini sempat menopang naik dolar AS. The Fed nampaknya akan menaikkan suku bunga dengan tidak se-agresif empat pertemuan sebelumnya, tetapi menargetkan tingkat suku bunga serendahnya 5,0 – 5,25 persem pada pertengahan 2023,” tulis Tim Riset MIFX, Jumat (18/11/2022).
Baca Juga
Jika dipandang masih memerlukan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi di AS, kebijakan moneter yang agresif dapat kembali diberlakukan.
Adapun, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur BI November 2022.
BI memutuskan mengerek BI 7-Days Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Selain mengerek suku bunga acuan, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 6 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan BI dalam menaikkan suku bunga acuan ini sebagai langkah front-loaded, pre-emptive, dan forward looking dalam menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran lebih cepat dari target.
"Selain itu, Gubernur BI juga menyebut peningkatan suku bunga acuan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global dan makin kuatnya dolar AS," jelas Ibrahim dalam laporannya.