Bisnis.com, JAKARTA – Produk – produk reksa dana berbasis obligasi masih dapat menjadi pilihan investor di sisa tahun 2022 meski dibayangi oleh sentimen pengetatan kebijakan moneter global.
Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menjelaskan kelas aset obligasi merupakan instrumen yang paling terpengaruh secara langsung jika terjadi tren kenaikan suku bunga. Dampak tersebut akan semakin terasa apabila kenaikan suku bunga tersebut terjadi secara bersamaan di seluruh dunia.
Menurutnya, kinerja reksa dana berbasis obligasi masih akan tertekan di sisa tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter oleh The Fed yang nantinya akn turut diikuti bank sentral lain, termasuk Bank Indonesia.
“Menurut kami reksa dana berbasis obligasi masih cukup sulit bergerak naik seiring dengan tekanan pada harga aset surat utang,” jelasnya saat dihubungi pada Senin (7/11/2022).
Meski demikian, Eri mengatakan reksa dana pendapatan tetap masih dapat dicermati oleh investor. Ia mengatakan investor perlu memperhatikan komposisi produk dari sisi durasi untuk mencegah volatilitas pada return yang berlebihan.
Ia mencontohkan pemilihan obligasi tenor dan/atau durasi panjang akan membawa volatilitas dan fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi dengan tenor dan/atau durasi yang pendek.
Baca Juga
“Jangan dilupakan juga, dalam berinvestasi di obligasi investor akan mendapatkan pembayaran kupon. Sehingga, secara total masih bisa tidak terlalu buruk,” tambahnya.
Adapun, sejalan dengan sentimen – sentimen tersebut, Eri mengatakan pihaknya akan memfokuskan portofolio reksa dana pendapatan tetapnya pada obligasi dengan tenor pendek.
Berdasarkan laporan Infovesta Utama pada Senin (7/11/2022), kinerja reksa dana pendapatan pada periode 28 Oktober – 4 November 2022 terpantau naik 0,16 persen. Adapun, secara year to date (ytd) reksa dana saham mencatatkan return negatif sebesar 0,97 persen.