Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat : Jangan Sikapi Pelemahan Rupiah Berlebihan, Kenapa?

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengimbau masyarakat agar tidak perlu takut dan berlebihan dalam menyikapi pelemah
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimajarn
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimajarn

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat ekonomi di Tanah Air menilai kondisi perekonomian nasional masih relatif aman meskipun rupiah masih terdepresiasi terhadap dolar AS yang terus menguat beberapa hari ini.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengimbau masyarakat agar tidak perlu takut dan berlebihan dalam menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut.

"Kalau menurut saya masih relatif aman, walaupun kita mengalami tekanan rupiah. Ini belum menjadi sesuatu yang membahayakan perekonomian kita," tuturnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Piter berpandangan pelemahan nilai tukar tersebut tidak hanya terjadi pada mata uang Indonesia saja, tetapi banyak negara yang mengalaminya, bahkan Inggris dan Australia mengalami pelemahan yang luar biasa. "Bahkan kalau kita lihat pelemahan mereka lebih dalam, justru misal kita lihat rupiah terhadap AUD atau Dolar Australia, kita menguat," katanya.

Piter menegaskan pelemahan rupiah harus dilihat secara jernih. Pasalnya ada keuntungan dan kerugian dalam penurunan nilai tukar. 

Menurutnya, pelaku ekonomi yang bertumpu pada sektor ekspor pasti diuntungkan dengan penguatan penguatan dolar AS. "Ada pihak yang justru diuntungkan oleh kenaikan harga itu atau pelemahan rupiah. Untuk eksportir, pelemahan rupiah itu menguntungkan. Kalau importir pasti akan merasa berat," ujarnya.

Menurut Piter, neraca perdagangan Indonesia saat ini justru lebih banyak ekspor. Artinya banyak pihak yang merasa diuntungkan dengan penguatan dolar AS. "Sekarang posisi kita bagaimana, Lebih banyak impor atau ekspor, kalau kita lihat neraca perdagangan, kita lebih banyak ekspor dari pada impor," tuturnya.

Meski demikian, ada pula pihak yang terdampak dari pelemahan tersebut yakni masyarakat kecil. Hal itu akibatkan harga barang impor akan terkerek naik sehingga bisa memicu kenaikan inflasi. "Berarti kelompok masyarakat bawah yang terdampak. Kalau inflasi kan yang pasti terdampak adalah orang miskin," katanya.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah terhadap dolar AS menjelang meeting The Fed pada perdagangan tengah pekan ini, Rabu (26/10/2022). Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 09.05 WIB, rupiah melemah 0,24 persen atau 37 poin ke level Rp15.633,5 per dolar AS. Pada pembukaan awal, rupiah melemah ke level Rp15.590 per dolar AS. Sepanjang tahun berjalan, rupiah telah melemah 9,53 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper