Bisnis.com, JAKARTA – Indeks LQ45 masih membukukan return negatif sepanjang tahun berjalan 2025 meski indeks harga saham gabungan (IHSG) sedang berada di fase bullish. Di tengah kondisi underperform itu, sejumlah saham dalam indeks LQ45 memiliki valuasi harga yang atraktif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG melanjutkan reli selama 12 hari perdagangan berturut-turut atau sepanjang 7-22 Juli 2025. Pada pukul 09.00 WIB hari ini, IHSG dibuka menguat pada posisi 7.440,28.
Hingga perdagangan kemarin, IHSG sudah naik 4,5% secara year-to-date (YtD). Namun, indeks LQ45 masih merosot 4,58% bersama dengan indeks IDX30 yang melemah 3,51% sepanjang tahun berjalan 2025.
Di tengah lesunya kinerja indeks LQ45, sejumlah saham konstituen indeks paling likuid itu memiliki tingkat valuasi yang murah.
Sebagai informasi, nilai price to earnings ratio (PER) di bawah 10 kali biasa dijadikan acuan untuk menilai sebuah saham memiliki valuasi yang murah atau terdiskon. Sementara itu, nilai price to book value (PBV) di bawah satu kali bisa dijadikan acuan suatu saham tengah mengalami undervalue.
Meminjam istilah investor kawakan Lo Kheng Hong, saham yang memiliki kombinasi dari dua indikator tersebut ibarat saham Mercy harga bajaj.
Dengan menggunakan dua indikator itu, terdapat 17 anggota indeks LQ45 dengan PER di bawah 10 kali dan 14 anggota indeks LQ45 dengan PBV di bawah 1 kali. Sementara itu, ada 11 emiten LQ45 yang memenuhi dua indikator valuasi tersebut.
Merujuk data Bloomberg per 21 Juli 2025, saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) menjadi anggota LQ45 dengan PER paling kecil yaitu 4,1 kali
Di belakang ITMG ada saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP) dengan PER 4,45 kali, PT United Tractors Tbk. (UNTR) dengan PER 4,49 kali, dan PT Summarecon Agung dengan PER 5,47 kali.
Jajaran emiten LQ45 dengan PER di bawah 10 kali juga diisi dari kalangan BUMN dan anak usaha BUMN, antara lain saham PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) 5,5 kali, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) 5,55 kali, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) 6 kali, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) 7,14 kali, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) 7,86 kali, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) dengan PER 8,6 kali.
Beberapa emiten konglomerasi yang masuk LQ45 juga tercatat diperdagangkan dengan PER di bawah 10 kali. Dua di antaranya ialah PT Astra International Tbk. (ASII) dengan PER 5,74 kali dan PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) 6,33 kali.
Dari Grup Salim, PER PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) tercatat sebesar 8,1 kali. Sementara itu, emiten Grup Djarum PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) memiliki PER 8,6 kali.
Untuk indikator PBV, saham INKP tercatat paling rendah di antara anggota indeks LQ45. PBV saham emiten kertas dan pup Grup Sinar Mas itu tercatat sebesar 0,29 kali.
Selain itu, PBV saham SMGR 0,4 kali, BBTN 0,5 kali, SMRA 0,57 kali, ADRO 0,7 kali, JSMR 0,76 kali, INCO 0,78 kali, ITMG 0,78 kali, CTRA 0,81 kali, UNTR 0,84 kali, PGAS dan ASII 0,84 kali, ASII 0,87 kali, BBNI 0,91 kali, dan MEDC dengan PBV 0,94 kali.
Equity Research Analyst OCBC Sekuritas Liga Maradona melihat indeks LQ45 masih memiliki prospek yang cukup baik sepanjang semester II/2025 dengan dukungan stimulus ekonomi pemerintah serta meredanya perang di Timur Tengah.
Selain itu, pada semester II/2025 ini pemerintah juga diekspektasikan untuk mengakselerasi pengerjaan proyek-proyek dalam negeri. Hal ini dinilai bakal memberikan katalis positif bagi kinerja indeks ke depannya.
“Tentu dengan meredanya perang maka harga energi akan berada pada level yang stabil dan tentunya menguntungkan bagi negara-negara importir minyak, serta harga bahan baku cukup terjaga. Maka dari itu keuntungan margin perusahaan akan cukup stabil,” katanya saat dihubungi, baru-baru ini.
Menurut Liga, juga ada dua hal utama yang menjadi penentu nasib indeks LQ45 pada sisa semester 2025, yaitu realisasi belanja pemerintah pada semester II/2025 dan keputusan tarif AS ke Indonesia sebesar 19%.
OCBC Sekuritas saat ini menyukai saham bank hingga konsumer dengan rekomendasi saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), hingga PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menerangkan rebound indeks LQ45 belakangan disebabkan oleh mulai stabilnya sentimen global, seperti ketegangan geopolitik hingga tarif AS yang baru akan diumumkan pada 9 Juli mendatang.
Ekky menilai valuasi emiten-emiten di dalam indeks LQ45 telah cukup murah sejak mengalami pelemahan sepanjang tahun. Kini, para investor dinilai tengah kembali melakukan aksi beli ke saham papan atas.
“Penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir, serta kabar positif dari sektor hilirisasi dan energi terbarukan (EBT) yang baru diresmikan juga turut mendorong sentimen di sektor-sektor terkait, tecermin dari performa saham-saham sektor tersebut yang mulai menguat,” kata Ekky saat dihubungi, Selasa (1/7/2025).
Namun, Ekky menilai belum ada konfirmasi kuat bahwa penguatan indeks LQ45 akan memiliki nafas yang panjang. Hal itu juga tercermin dari mayoritas saham-saham blue chips yang belum menunjukkan breakout kinerja yang signifikan.
Infovesta Kapital Advisor merekomendasikan wait and see untuk saham-saham perbankan, sembari memantau arah kebijakan suku bunga dan inflasi. Menurut Ekky, jika terjadi penurunan BI Rate, maka sektor konsumsi dan perbankan akan berpotensi menjadi pendorong utama pemulihan indeks di semester mendatang.
Emiten LQ45 dengan PER di bawah 10 kali dan PBV di bawah 1 kali
- ITMG --> PER 4,1 kali, PBV 0,78 kali
- INKP --> PER 4,45 kali, PBV 0,29 kali
- UNTR --> PER 4,49 kali, PBV 0,84 kali
- SMRA --> PER 5,47 kali, PBV 0,57 kali
- JSMR --> PER 5,5 kali, PBV 0,76 kali
- BBTN --> PER 5,55 kali, PBV 0,5 kali
- ASII --> PER 5,74 kali, PBV 0,87 kali
- MEDC--> PER 6,37 kali, PBV 0,94 kali
- BBNI --> PER 7,14 kali, PBV 0,91 kali
- CTRA --> PER 7,86 kali, PBV 0,81 kali
- PGAS --> PER 8,35 kali, PBV 0,84 kali
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.