Bisnis.com, JAKARTA — Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) tercatat menekan utang usaha sebesar 75 persen di paruh pertama tahun ini.
Manajemen Garuda Indonesia menyebutkan, pada 30 Juni 2022 utang usaha bagian jangka panjang grup merupakan utang kepada berbagai BUMN yang direstrukturisasi menjadi 22 tahun dengan tingkat bunga 0,1 persen per tahun yang dibayar setiap enam bulan.
“Restrukturisasi tersebut berdasarkan keputusan homologasi tertanggal 27 Juni 2022,” tulis manajemen GIAA dalam laporan keuangan, Jumat (7/10/2022).
Mengutip laporan keuangan yang berakhir pada 30 Juni 2022 dan telah diaudit, utang usaha GIAA tercatat turun drastis menjadi US$689,59 juta pada semester I/2022 dari sebelumnya senilai US$1,20 miliar.
Komposisi utang GIAA berdasarkan tipe pemasok antaralain utang bandara, pemeliharaan dan perbaikan senilai US$45,86 juta, jasa boga US$27,37 juta, biaya umum dan administrasi US$16,08 juta, penalti US$5,38 juta, biaya terminasi US$27.780, biaya lain-lain US$885.159, dan utang non-jasa penerbangan US$157,55 juta.
Sementara itu, utang bagian jangka pendek juga tercatat menurun, dari sebelumnya US$629,57 juta menjadi US$482,23 juta.
Baca Juga
Kendati demikian, utang bahan bakar terpantau membengkak 955 persen menjadi US$9,97 juta, dari periode tahun lalu senilai US$945.347.
Pinjaman jangka panjang GIAA setelah biaya transaksi yang belum diamortisasi sepanjang enam bulan pertama tahun ini mencapai US$631,12 juta, turun dari sebelumnya senilai US$775,90 juta.
Utang jangka panjang perseroan mencakup pinjaman dengan pihak berelasi senilai US$173,22 juta serta pihak ketiga antaralain Industrial and Commercial Bank of China Co Ltd, Bank of China Limited, PT Bank Permata Tbk. (BNLI) dan PT Bank Panin Indonesia Tbk. (PNBN) senilai US$41,65 juta.
Entitas anak GIAA juga melakukan pinjaman ke pihak berelasi dan pihak ketiga di antaranya PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII), PT Bank KEB Hana Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan Japan Finance Corporation dengan nilai total US$416,25 juta.
Di sisi lain, utang lain-lain sedikit meningkat, dari US$40,36 juta menjadi US$41,02 juta akibat membengkaknya retribusi bandara yang naik sekitar 33 persen.
Lebih lanjut manajemen GIAA menambahkan, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat utang yang direstrukturisasi senilai US$471.487.985 dicatat sebagai keuntungan dari restrukturisasi pembayaran pada laporan laba rugi konsolidasian interim.
“Pada tanggal 31 Desember 2021, utang usaha bagian jangka panjang grup merupakan utang usaha kepada berbagai BUMN yang telah direstrukturisasi berdasarkan negosiasi dengan masing-masing BUMN,” tutupnya.
Sebagai informasi, Garuda Indonesia membukukan pendapatan senilai US$878,69 juta per Juni 2022, naik 26,1 persen secara tahunan (yoy) dari periode sebelumnya senilai US$696,8 juta.
Total keuntungan komprehensif yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pun mencapai US$3,75 miliar, melesat dari tahun lalu yang masih mencetak kerugian senilai US$904,92 juta.
Total liabilitas GIAA mencapai US$8,21 miliar per Juni 2022, turun dari akhir 2021 senilai US$13,3 miliar. Per Juni 2022, liabilitas jangka pendek US$2,16 miliar dan liabilitas jangka panjang US$6,05 miliar.
GIAA mencatatkan ekuitas negatif US$2,35 miliar pada semester I/2022, berkurang dari US$6,11 miliar pada akhir 2021. Total aset Garuda pun berkurang menjadi US$5,85 miliar dari sebelumnya US$7,19 miliar.