Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York merangsek ke zona merah pada akhir perdagangan Rabu (21/9/2022) waktu setempat setelah para investor kewalahan oleh banyak berita Federal Reserve yang resmi menaikkan kembali suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.
Berdasarkan data Bloomberg, pada Kamis (22/9/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup ambles 1,70 persen atau 522,45 ke 30.183,78, S&P 500 merosot 1,71 persen atau 66 poin ke 3.789,93, dan Nasdaq tergelincir 1,79 persen atau 204,86 poin ke 11.220,19.
S&P 500 memperpanjang penurunannya dari posisi rekor di Januari 2022, menjadi lebih dari 20 persen. Sementara itu imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun mencapai 4 persen untuk pertama kalinya sejak 2007. Bagian penting lain dari kurva obligasi AS terbalik, dengan imbal hasil tenor 10 tahun melebihi obligasi tenor 30 tahun dalam pertanda resesi yang telah teruji waktu. Adapun indeks dolar AS menguat.
Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan para pejabat akan menghancurkan inflasi setelah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin untuk ketiga kali secara berturut-turut dan menandakan kenaikan yang lebih agresif daripada yang dibayangkan investor.
Dia mengatakan pesan utamanya adalah bahwa para pejabat sangat bertekad untuk menurunkan inflasi ke sasaran 2 persen The Fed.
“Kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai,” katanya. Ungkapan itu mengacu pada judul memoar mantan kepala Fed Paul Volcker "Keeping at It."
Baca Juga
Para pejabat memperkirakan bahwa tingkat suku bunga akan mencapai 4,4 persen pada akhir tahun ini dan 4,6 persen pada 2023, pergeseran yang lebih hawkish dalam apa yang disebut dot plot daripada yang diharapkan. Hal itu menyiratkan kenaikan 75 basis poin keempat berturut-turut bisa terjadi untuk pertemuan berikutnya pada November 2022, atau sekitar seminggu sebelum pemilihan paruh waktu AS.
“Jerome Powell hampir menyalurkan batinnya Paul Volcker hari ini, berbicara tentang langkah-langkah kuat dan cepat yang telah diambil The Fed, dan kemungkinan akan terus berlanjut, karena mencoba untuk menghilangkan tekanan inflasi yang menyakitkan dan menangkal skenario yang lebih buruk di kemudian hari," kata Seema Shah, kepala strategi global di Principal Global Investors.
Dia menilai, dengan proyeksi suku bunga baru, The Fed sedang merancang hard landing, yang artinya soft landing hampir tidak dimungkinkan.
Gurpreet Gill, ahli strategi makro di Goldman Sachs Asset Management, menilai Pejabat Fed The tampak semakin mendukung untuk memindahkan kebijakan lebih jauh ke wilayah yang mencegah inflasi tinggi.
“Sejak Perang Dunia Kedua, 11 dari 14 siklus pengetatan Fed telah diikuti oleh resesi dalam dua tahun,” jelasnya.