Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja reksa dana berbasis saham sepanjang September 2022 diprediksi bergerak fluktuatif seiring dengan potensi lonjakan inflasi dan imbas kenaikan harga BBM. Investor sebaiknya melakukan strategi averaging agar tetap mendapatkan keuntungan yang mungkin akan muncul.
Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Surya Putra mengatakan reksa dana saham kemungkinan akan berfluktuasi dan volatil sepanjang bulan September. Ia menjelaskan, secara ytd IHSG telah menyentuh kisaran 7.200 yang membuka peluang terjadinya koreksi jangka pendek.
Menurutnya, salah satu faktor yang mempengaruhi prospek reksa dana saham adalah risiko inflasi menuju ke level yang lebih tinggi. Potensi lonjakan inflasi semakin terbuka khususnya setelah pemerintah mulai menaikan harga BBM bersubsidi.
“Dengan kenaikan tingkat inflasi ini berpotensi mempengaruhi tingkat suku bunga acuan,” jelas Guntur saat dihubungi, Senin (5/9/2022).
Senada, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengatakan reksa dana saham akan cenderung bergerak sideways sepanjang bulan ini.
Menurutnya, reksa dana saham dan IHSG kemungkinan bergerak fluktuatif mengantisipasi beberapa hal, seperti pertemuan The Fed September dan imbas kenaikan harga BBM bersubsidi.
Baca Juga
Ia menambahkan, pergerakan pasar saham pada bulan ini bukanlah September effect yang umumnya terjadi. Eri mengatakan, September effect hanya terjadi pada pasar saham global, karena pergerakan IHSG sepanjang bulan tersebut tidak terlalu cenderung koreksi.
Seiring dengan sentimen – sentimen tersebut, Eri mengatakan investor harus semakin disiplin dalam melakukan averaging. Ia juga menyarankan investor untuk tetap sabar dalam melihat pergerakan yang ada dan tidak terburu buru melakukan beli atau jual.
Sementara itu, Guntur mengatakan investor yang berinvestasi di reksa dana berbasis saham lebih cenderung investor jangka panjang. Sehingga, mereka akan kesulitan menentukan waktu yang tepat saat market berfluktuasi dan juga sangat berisiko.
Guntur menuturkan, dengan kondisi tersebut, investor dapat melakukan investasi berkala secara reguler dan melakukan dollar cost averaging secara bertahap jika kondisi pasar sedang melemah.
“Sementara itu, jika pasar bergerak rebound dan secara trend meningkat, dengan stay invested, investor juga tidak akan ketinggalan terlalu banyak,” kata Guntur.