Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Strategi Korporasi Lunasi Surat Utang hingga Resesi Eropa 2022

Berita tentang strategi korporasi lunasi surat utang hingga potensi resesi Eropa menjadi berita pilihan BisnisIndonesia.id hari ini, Selasa (23/8/2022).
Sumber: Canva
Sumber: Canva

Bisnis.com, JAKARTA — Emisi surat utang korporasi tahun ini sudah melebihi realisasi setahun penuh 2021. Di sisi lain, masih ada sejumlah seri surat utang yang bakal jatuh tempo dalam waktu dekat. Kalangan korporasi pun bersiap melunasinya melalui berbagai skema, termasuk emisi surat utang baru jika perlu.

Berita tentang strategi korporasi melunasi surat utang jatuh tempo menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id hari ini, Selasa (23/8). Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id

Berikut ini highlight BisnisIndonesia.id, Selasa (23/8/2022):

 

  1. Beda Strategi Korporasi Lunasi Surat Utang Jatuh Tempo

Sejumlah korporasi bersiap untuk melunasi obligasi jatuh tempo yang tercatat bakal cukup besar dalam 3 bulan ke depan, mulai dari pelunasan menggunakan dana kas internal hingga refinancing melalui pinjaman perbankan dan emisi surat utang baru.

Penerbitan obligasi korporasi pada sisa tahun ini diperkirakan masih ramai, kendati sentimen global masih menyelimuti. Dari sisi realisasi, penerbitan obligasi korporasi hingga pekan pertama Agustus mencapai Rp107,4 triliun dari 87 emiten, sehingga melampaui realisasi setahun penuh pada 2021.

Pada 2021, realisasi penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp104,36 triliun dari 96 emiten. Pasokan obligasi korporasi diperkirakan bertambah pada bulan ini dan bulan berikutnya sejalan dengan nilai instrumen jatuh tempo.

Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, pada Agustus 2022, jatuh tempo surat utang korporasi mencapai Rp12,64 triliun. Kemudian, pada September 2022 mencapai Rp7,31 triliun dan Oktober 2022 dengan Rp10,36 triliun. Secara total, nilainya mencapai Rp30,32 triliun.

  1. Adu Saing Sumitomo Mitsui dan MUFG Akuisisi Panin Bank

Sumitomo Mitsui Financial Group Inc. disebut-sebut masuk ring persaingan memperebutkan PT Bank Pan Indonesia atau Bank Panin (PNBN), di tengah persaingan ketat perbankan Jepang dalam berekspansi di Indonesia

Dalam hal ini, Sumitomo Mitsui bersaing dengan pesaing kakap lainnya, yaitu Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. untuk mengakuisisi saham pengendali di Panin Bank. Meskipun kabar aksi korporasi tersebut belum jelas betul.

Melansir Bloomberg, Senin (22/8), menurut sumber yang enggan menyebutkan namanya, kedua perbankan asal Negeri Sakura itu berebut posisi pengendali Bank Panin. Kedua perusahaan yang juga sama-sama berbasis di Tokyo itu tengah bekerja dengan penasihat dan melakukan uji tuntas.

Kabar tersebut sempat mendongkrak harga saham Panin, dengan lonjakan harga hingga  15 persen, angka tersebut menjadi kenaikan terbesar hampir dalam 2 bulan dengan kapitalisasi pasar sekitar US$2,9 miliar. Bloomberg juga mencatat, saham PT Panin Finansial melonjak sebanyak 12,2 persen.

  1. Ambisi BUMN Karya Bidik Proyek di Tengah Lonjakan Anggaran IKN

Untuk dapat merealisasikan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Pemerintah memberikan sinyal alokasi anggaran lebih pada tahun depan. Para BUMN Karya pun tengah bersiap dan berambisi untuk dapat mengincar proyek baru di tengah sinyal lonjakan anggaran tersebut.

Pemerintah memberikan sinyal alokasi anggaran lebih pada tahun depan untuk pembangunan IKN. Hal itu diungkapkan oleh Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8/2022). Presiden Joko Widodo mengatakan anggaran infrastruktur pada 2023 mencapai Rp392 triliun, lebih tinggi dari tahun ini senilai Rp365,8 triliun.

Pemerintah akan mulai membangun IKN Nusantara secara bertahap dan berkelanjutan pada semester II tahun ini. Jika dilihat secara historis, anggaran infrastruktur pada 2023 mendekati anggaran infrastruktur prapandemi Covid-19 atau pada tahun 2019 senilai Rp394 triliun.

  1. Krisis Belum Berakhir, Bank Jangan Lengah Tingkatkan Pencadangan

Berlanjutnya kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak oleh pandemi tidak menyurutkan kewajiban perbankan untuk mempertebal cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). OJK mengingatkan para bankir untuk mengalokasikan CKPN secara lebih agresif.

Selama ini, baki nilai restrukturisasi kredit debitur terdampak pandemi yang mendapatkan relaksasi terpantau terus menurun. Pada Juni 2022, nilainya tinggal Rp576,17 triliun, turun dari bulan sebelumnya Rp596,25 triliun. Jumlah debitur restrukturisasi juga turun dari 3,13 juta pada Mei menjadi 2,99 juta debitur per Juni 2022.

Pada saat yang sama, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) di industri perbankan juga terus menurun. Per Juni 2022, rasio NPL ada di level 2,86 persen, turun dari bulan sebelumnya 3,04 persen. Ini adalah level NPL terendah selama periode pandemi.

Perbaikan ini ditopang oleh kondisi ekonomi yang secara umum cukup kuat.

Meski begitu, pemerintah dan otoritas pengawasan tidak ingin mengabaikan alarm tanda bahaya yang sudah lama menyala, terutama terkait dengan risiko pemburukan kinerja perekonomian global.

 

  1. Memotret Ekonomi Eropa di Tengah Prediksi Resesi 2022

Kawasan Eropa pada paruh kedua tahun ini diprediksi mengalami gonjang-ganjing perekonomian. Eropa diprediksi tim analis Goldman Sach mengalami kontraksi ekonomi yang mengarah ke resesi. Kondisi itu terjadi pada paruh kedua hingga akhir tahun tahun 2022.

Prediksi itu tak ubahnya kutukan yang membayangi pergerakan ekonomi Eropa. Tim analis Goldman yang dipimpin Jari Stehn memprediksi resesi berlangsung hingga akhir tahun. Sementara itu, kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1 persen diperkirakan terjadi pada kuartal III dan 0,2 persen pada kuartal IV/2022. Ekonomi Eropa diproyeksikan kembali pulih pada 2023.

Gangguan pasokan energi dari Rusia, berakhirnya pemulihan pascapandemi di sektor jasa, momentum global yang lebih lemah, serta turbulensi politik di Italia yang dapat menunda pencairan bantuan Uni Eropa dinilai sebagai faktor penyebab memburuknya perekonomian Eropa.

Goldman menilai risiko lebih condong ke arah resesi yang lebih tajam jika terjadi gangguan aliran gas. Terkait ancaman krisis energi, Eropa bisa jadi sedang menanti dampak kerja sama Jerman dengan Kanada dalam pengadaan hidrogen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper