Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada perdagangan awal pekan, Senin (15/8/2022) di hadapan dolar AS ke Rp14.741 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terpantau melemah 0,50 persen atau 73,5 poin ke Rp14.741 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS tercatat menguat 0,32 persen atau 0,34 poin ke 105,97.
Selain rupiah, mata uang yuan China melemah 0,31 persen, ringgit Malaysia melemah 0,25 persen, baht Thailand melemah 0,35 persen, won Korea Selatan melemah 0,29 persen, dan peso Filipina melemah 0,37 persen.
Sementara itu, yen Jepang terpantau menguat 0,01 persen, dan dolar Hong Kong menguat 0,03 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS stabil pada Rabu karena para pedagang enggan bertaruh menjelang data inflasi AS. Menurutnya pasar akan teliti untuk mencari panduan tentang seberapa tajam Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.
Para ekonom memperkirakan inflasi utama tahun-ke-tahun (YoY) akan berada pada 8,7 persen, sedikit mundur dari angka 9,1 persen pada Juni. Inflasi inti diperkirakan sebesar 0,5 persen bulan ke bulan (MoM).
Baca Juga
“Pergerakan pasar mata uang sedikit mengarah ke atas, dan untuk rilis sebelumnya, reaksi kurang antusias dibandingkan dengan di pasar obligasi yang bergejolak. Greenback secara umum stabil semalam, setelah mengalami kemunduran mulai pertengahan Juli lalu,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Senin (15/8/2022).
Dari sisi internal, dengan kondisi ekonomi global yang terus memanas baik di Eropa maupun Asia, membuat harga komoditas kembali melambung bahkan harga minyak mentah dan gas alam yang melonjak begitu besar, sehingga berdampak terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan yang lebih spesifik adalah naiknya harga gandum dan pupuk.
“Kenaikan harga komoditas belum begitu berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia karena harga-harga dalam negeri diatur oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan berbagai instrumen fiskal termasuk pajak, subsidi dan insentif untuk mengatasi kondisi ini,” lanjut Ibrahim.
Di sisi harga komoditas yang bergejolak, Indonesia mendapatkan berkah dari lonjakan harga tersebut dan ini menjadi bagian terpenting bagi pendapatan negara yang sampai saat ini bisa menopang subsidi dan konfensasi serta bisa menjaga ritme harga BBM bersubsidi, walaupun negara-negara lainnya menaikan harga BBM.
Di tengah krisis energi saat ini, selain menambah anggaran subsidi, pemerintah juga berupaya agar penggunaan energi didalam negeri semakin efesien, termasuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan itu mendapatkan banyak insentif. Meskipun pertumbuhan ekonomi tidak terlalu tinggi, tetapi kebijakan pemerintah dapat hadir untuk melindungi lapisan masyarakat bawah sehingga masyarakat lebih sejahtera melalui kebijakan bauran strategi yang lebih inklusif.
Oleh karena, Pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk subsidi dan konpensasi enargi pada 2022, yakni sebesar Rp502 triliun. Meskipun demikian pemerintah masih memiliki nasib yang baik. Pasalnya di tahun 2022 ini, penerimaan meningkat karena mendapat rejeki nomplok dari kenaikan harga komoditas.
Untuk perdagangan besok, Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatuf namun ditutup melemah di rentang Rp14.850-Rp14.910 per dolar AS.