Bisnis.com, JAKARTA - Emas berbalik menguat dari penurunan akhir pekan lalu, menjadi kembali bertengger di atas level psikologis US$1.800 ditopang oleh greenback yang lebih lemah menjelang laporan inflasi utama Amerika Serikat.
Harga emas menguat pada akhir perdagangan Selasa (9/8/2022) pagi waktu Jakarta. Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, terdongkrak US$14 atau 0,78 persen, menjadi ditutup pada US$1.805,20 per ounce.
Emas berjangka anjlok US$15,7 atau 0,87 persen menjadi US$1.791,20 pada Jumat (5/8/2022), setelah melonjak US$30,5 atau 1,72 persen menjadi US$1.806,90 pada Kamis (4/8/2022), dan tergelincir US$13,30 atau 0,74 persen menjadi US$1.776,40 pada Rabu (3/8/2022).
Adapun, Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,17 persen menjadi 106,4360, karena investor menunggu data inflasi AS yang akan durilis pada Rabu (10/8/2022), membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Emas juga menemukan dukungan tambahan dari imbal hasil obligasi pemerintah AS yang turun dan pembalikan keuntungan awal pada saham-saham AS.
"Jika Wall Street dan aset-aset berisiko tetap dalam tren pasar bearish,"maka kita harus mengabaikan sinyal ini dengan risiko kita sendiri," kata Analis Ekuitas StoneX Fawad Razaqzada dalam komentarnya pada Senin (8/8/2022).
Baca Juga
Pedagang sedang menunggu rilis indeks harga konsumen Juli, indikator inflasi utama lainnya pada Rabu (10/8/2022). Para analis memperkirakan pertumbuhan inflasi sebesar 8,7 persen untuk tahun ini hingga Juli, terhadap kenaikan 9,1 persen selama 12 bulan hingga Juni. Jika inflasi melemah, akan menjadi sinyal keberhasilan upaya Federal Reserve dalam memerangi inflasi.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman September naik 77,2 sen atau 3,89 persen, menjadi ditutup pada US$20,614 per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober bertambah US$13,7 atau 1,48 persen, menjadi ditutup pada US$938,40 per ounce.