Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Kredit Indonesia (PKRI) memberikan peringkat inaA untuk emiten Grup Sungai Budi PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) dengan outlook stabil. PKRI juga memberikan peringkat serupa untuk utang tanpa jaminan TBLA senilai Rp200 miliar yang jatuh tempo pada 2025.
Perusahaan pemeringkat tersebut menjelaskan bahwa peringkat TBLA mencerminkan operasi TBLA yang menguntungkan dengan rasio leverage yang dapat dikelola dan kemampuan untuk mengamankan pendanaan secara tepat waktu untuk membangun penyangga likuiditas yang memadai.
Peringkat yang disematkan kepada TBLA tidak lepas dari sejumlah faktor. Dari lini bisnis perkebunan kelapa sawit, produktivitas TBLA cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan sebanding, tetapi berpotensi naik dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan program peremajaan.
Produktivitas sawit TBLA hanya berada di angka 13,1 ton per hektare pada 2021 dan 2020, sementara perusahaan lain seperti PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG), PT Triputra Agro Persada Tbk.(TPAG), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) and PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA) berada di kisaran 19-23 ton per hektare.
“Kami memperkirakan produktivitas tandan buah segar sawit TBLA akan naik bertahap pada 2022-2024 karena porsi tanaman muda yang lebih besar. Program peremajaan dan pembukaan kebun baru sebesar 2.000-3.000 hektare per tahun akan menjadi komponen belanja modal perseroan pada 2022-2024,” tulis Pemeringkat Kredit Indonesia dalam laporannya, Senin (18/7/2022).
Terlepas dari potensi kenaikan produktivitas ini, PT Pemeringkat Kredit Indonesia mencatat Bahwa TBLA tidak bisa menikmati margin profitabilitas secara optimal ketika harga CPO naik. TBLA memiliki ketergantungan yang tinggi pada pasokan sawit dari pihak ketiga karena keterbatasan skala perkebunan milik sendiri.
Baca Juga
Dari sisi likuiditas, TBLA telah mendapatkan fasilitas pinjaman sindikasi dan pinjaman baru dari bank lokal untuk membiayai kembali utangnya yang jatuh tempo pada 2022 dan 2023. Hal ini telah mengurangi kekhawatiran akan risiko likuiditas jangka pendek.
“Dalam jangka pendek, arus kas dari operasi (CFO), saldo kas dan pinjaman yang belum digunakan diharapkan cukup untuk memenuhi proyeksi penggunaan kas.”
Per akhir Maret 2022, TBLA memiliki saldo kas sebesar Rp731 miliar dan fasilitas kredit jangka pendek yang belum ditarik sebesar Rp2,4 triliun. TBLA diperkirakan akan terus meningkatkan struktur jatuh tempo utangnya untuk meratakan penyebaran profil utang hingga yang akan jatuh tempo.
“Namun demikian, CFO yang diproyeksikan tidak akan cukup untuk menutupi seluruh porsi utang yang jatuh tempo pada 2024–2025, sehingga TBLA masih membutuhkan dana eksternal untuk refinancing,” tulis PKRI.
Adapun bisnis gula TBLA telah memperlihatkan pertumbuhan yang positif dengan rata-rata kenaikan 18 persen dalam kurun 2019-2021. Perseroan juga kembali memperoleh kuota impor gula pada 2022 dengan volume 150.000 ton. Nasib impor gula yang tergantung pada kebijakan pemerintah ini bisa memengaruhi volume penjualan gula TBLA.
Bisnis biodiesel TBLA diperkirakan akan menjadi salah satu kontributor utama pada pertumbuhan kinerja perseroan. Selama 2019-2021, perusahaan telah menikmati kenaikan penjualan sebesar 38 persen per tahun seiring dengan berlanjutnya permintaan dari Pertamina. Perseroan juga mulai menerima pemesanan dari perusahaan swasta seperti AKR Corporindo, Inti Lingga Sejahtera, dan Exxonmobil Lubricants Indonesia.
Pemeringkat Kredit Indonesia menyebutkan integrasi vertikal pada bisnis minyak sawit dan gula telah menjadi kekuatan TBLA. Bisnis di sisi hilir akan memberikan margin profitabilitas yang lebih stabil. Meski demikian, TBLA harus lebih mengupayakan operasional bisnis yang berkelanjutan, sejalan dengan meningkatnya tren permintaan global yang mempertimbangkan aspek konservasi lingkungan dan keberlanjutan.