Bisnis.com, JAKARTA – Menyambut semester kedua 2022, pasar komoditas masih akan berpihak pada komoditas energi batu bara meskipun diadang isu transisi energi baru terbarukan (EBT).
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap mengatakan prospek komoditas batu bara pada semester kedua tahun ini masih bisa bergerak lebih kuat dibandingkan dengan pergerakan harga komoditas lainnya.
“Batu bara masih cukup menarik kalau melihat perkembangan terkait perang Rusia dan Ukraina. Di mana masih akan ada dirupsi di semester kedua. Ini melihat pemerintah Eropa akan melakukan pelarangan ekspor batu bara dari Rusia pada Agustus 2022 sebagai bagian dari sanksi kepada Rusia,” jelasnya dalam paparan secara virtual, Selasa (12/7/2022).
Selain itu, Jepang yang juga turut memberikans anksi kepada Rusia, juga mulai melakukan pergerakan untuk membekukan embargo batu bara Rusia.
“Di sini kalau kita melihat nanti akan cukup menarik di mana dari sisi Jepang dan Eropa akan mencari destinasi baru untuk mengamankan pasokan energi mereka. Kita juga ketahui pada semester kedua ada winter season, mereka harus cepat mengantisipasi event tersebut,” ungkapnya.
Lantaran pasokan batu bara dari Rusia yang cukup signifikan, sampai 15 persen, dan Jepang juga besar ekspornya dari negara tersebut, ke depan kondisi ini akan menguntungkan bagi negar-negara produsen lainnya, seperti Indonesia, Australia, dan Afrika. Terlebih Australia dan Indonesia yang merupakan dua produsen batu bara terbesar.
Baca Juga
“Dari Jerman sudah melakukan kontak dengan para emiten, jadi semester kedua akan cukup menarik dari sisi suplai dan permintaan,” kata Juan.
Sektor batu bara juga menghadapi disrupsi dari rencana transisi energi terbarukan, di mana pembiayaan serta perizinannya terus mengalami penyusutan.
“Tapi sebenarnya dari global bank financing, terutama di China mengalami peningkatan. Jadi sebenarnya untuk dari operasi pembangkit listrik tenaga batu bara masih cukup untuk jangka pendek belum terlihat akan digantikan dengan EBT,” terangnya.