Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ke zona merah turun 1,7 persen pada perdagangan akhir pekan, Jumat (1/7/2022). Sejumlah sentimen negatif menjadi penyebab tumbangnya IHSG.
Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 15.01 WIB IHSG parkir pada posisi 6.794,32 melemah 1,7 persen atau 117,25 poin. Sepanjang perdagangan IHSG bergerak pada rentang 6.940--6.777.
Tercatat hanya 123 saham menguat, sementara 435 saham melemah dan 133 saham bergerak di tempat. Kapitalisasi pasar turun di bawah Rp9.000 triliun menjadi Rp8.914,1 triliun.
Saham 10 besar big caps juga mengalami penurunan, hanya saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yang menguat 0,5 persen ke level 4.020. Didampingi saham stagnan BBCA dan BBNI.
Di antara saham-saham yang melemah, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang melemah paling dalam 6,83 persen atau 625 poin ke level 8.525.
Jajaran big caps yang turut anjlok, di antaranya GOTO, BMRI, EMTK, TPIA, ASII, dan BBRI yang masing-masing terdepresiasi 4,64 persen, 4,1 persen, 2,8 persen, 2,78 persen, 1,51 persen, dan 0,24 persen.
Senior Technical Analyst Henan Putihrai Liza Camelia Suryanata menjelaskan terjerembabnya IHSG lantaran data inflasi Juni 2022 yang mencapai 4,35 persen yang berada di luar ekspektasi pasar.
"Benar-benar mengejutkan, di luar ekspektasi, bahkan melebihi batasan pagu yang telah dinaikkan oleh Bank Indonesia belum lama ini sebesar 4,2 persen. Tentunya hal ini membuat semua mata memandang Gubernur BI yang mana tempo hari mengatakan belum terburu-buru menaikkan suku bunga karena tingkat inflasi indonesia masih terkendali," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (1/7/2022).
Apalagi, lanjutnya, Amerika Serikat (AS) berencana menaikkan kembali suku bunganya 75 basis poin (BPS) pada Juli ini. Selanjutnya, masih ada perjalanan panjang untuk menekan inflasi AS yang telah mencapai 8,6 persen ke cita-citanya di kisaran 3,15 persen pada kuartal IV/2022.
Lebih lanjut, kenaikan suku bunga The Fed akan membuat dolar AS semakin menguat, dan rupiah semakin melemah. Dengan kondisi ini, sepertinya pasar khawatir sebentar lagi BI tak punya pilihan lain selain turut menaikkan suku bunga.
Di sisi lain, kasus Covid-19 nasional yang terus meninggi juga sedikit banyak menambah kekhawatiran di pasar. Walau tidak terdata jumlah fatalitas yang signifikan, muncul kekhawatiran hal ini mulai tidak dapat dikendalikan dan mobilitas harus kembali ditekan alias PPKM diketatkan lagi.
"Dari pasar Eropa sendiri, Bank Sentral Eropa punya target untuk bisa menekan inflasi sampai 2 persen. Tren kenaikan suku bunga sudah mulai diikuti beberapa negara Eropa. tampaknya isu resesi atau perlambatan ekonomi global mulai terasa lebih kental dari biasanya," terangnya.
Terakhir, Liza menilai terkait perang Rusia-Ukraina, NATO mulai pasang sikap lebih memihak dengan AS mengirimkan bantuan militer sebesar US$300 juta ke Ukraina.
Ke depan, tren kenaikan suku bunga ini mengancam pertumbuhan kinerja perusahaan di semester II/2022, yang mana sebenarnya sudah mulai pemulihan dari kejatuhan saat awal-awal era pandemi.
"Hal ini membuat perkiraan ekonomi akan melemah lagi dan oleh karenanya investor ramai-ramai melepas saham-saham yang memang sudah naik tinggi dan beralih ke aset lain seperti dollar AS, US treasury, dan emas," tuturnya.
Liza menjelaskan secara teknikal dalam pandangan jangka panjang atau tren mayor, IHSG masih relatif berjalan pada uptrend jangka panjang.
Bahkan, ketika seandainya IHSG harus jatuh ke level 6.700--6.650, indeks komposit masih berada di atas support dan belum merusak garis uptrend. Dengan demikian, masih agak terburu-buru jika mengatakan IHSG sudah memasuki bear market.
"Namun saran terbaik kami untuk di situasi saat ini adalah strategi buy on weakness lebih tepat dilakukan. Apabila harus buka posisi pembelian, maka lakukan dengan money-management yang bijak alias beli bertahap untuk amannya," katanya.