Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin masih berpotensi bergerak bearish meski saat ini mulai menunjukkan tanda rebound. Aset kripto terbesar di dunia tersebut berpotensi menyentuh level harga US$15.000
Melansir data CoinMarketCap, bitcoin berhasil rebound ke posisi US$20.004 hingga Senin (20/6/2022) siang. Dalam 24 jam terakhir, bitcoin naik 8,88 persen.
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono mengatakan, pasar kripto awal pekan ini sedikit mengalami pullback setelah sempat babak belur pada perdagangan akhir pekan lalu.
Menurutnya, penyebab pergerakan rebound saat ini adalah sikap investor yang mulai masuk ke market, memanfaatkan rendahnya volume trading pasar kripto di akhir pekan untuk melakukan buy the dip.
Ia melanjutkan, investor berharap bitcoin serta altcoin lainnya tidak jatuh lebih bawah lagi, sehingga mereka pun melakukan strategi buy the dip untuk mendapatkan imbal hasil yang membaik guna menutup kerugian.
“Investor kini tampaknya bersedia untuk membeli aset kripto dengan harga murah, meski belum dianggap sebagai titik bottom. Investor harus menentukan membeli sekarang atau menunggu tiba ke titik bottom yang belum diketahui pasti kapan terjadi,” kata Afid dikutip dari laman resmi Tokocrypto, Senin (20/6/2022).
Baca Juga
Meski demikian, Afid mengatakan pergerakan Bitcoin saat ini masih cenderung tertekan. Ia melihat saat ini target Bitcoin menuju level support di US$15.500.
“Target pergerakan Bitcoin kini akan menuju penurunan hingga US$19.000- US$15.500 dalam beberapa waktu ke depan. Prospek bearish juga tampak berlanjut untuk menemukan bottom yang sebenarnya,” kata Afid.
Berkaca pada siklus Bitcoin, pada market bearish tahun 2015, Bitcoin membutuhkan waktu 426 hari untuk akhirnya mencapai posisi bottom. Kemudian, jika dilihat ke siklus pada tahun 2017, butuh 365 hari untuk mencetak bottom pada 2018.
Sedangkan, dari puncak pada Juni 2019 pada US$13.900, BTC kemudian mengalami penurunan 274 hari sebelum mencapai posisi bottom.
Dengan asumsi saat ini, jika pada bulan November 2021, merupakan siklus puncak titik bottom dalam antara 274 hari atau 365 hari, maka secara kalkulasinya akan terjadi pada September 2022 atau November 2022.
Ia mengatakan, investor tetap cemas tentang inflasi yang tinggi, serta kejatuhan ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina dan kemungkinan meningkatnya resesi global.
“Analisa teknikal tidak begitu berguna saat ini, fundamental atau makroekonomi yang bisa menentukan arah Bitcoin,” pungkasnya.