Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persepsi Risiko Mulai Melandai, Saatnya Kembali Masuk ke Pasar Obligasi?

Tingkat credit default swap Indonesia masih berpeluang naik sepanjang tahun 2022. Meski demikian, pergerakan pasar obligasi diyakini dapat membaik setidaknya hingga mendekati akhir tahun.
ilustrasi obligasi
ilustrasi obligasi

Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat credit default swap Indonesia masih berpeluang naik sepanjang tahun 2022. Meski demikian, pergerakan pasar obligasi diyakini dapat membaik setidaknya hingga mendekati akhir tahun.

Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia per 7 Juni 2022 ada di level 105,29. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 1,75 persen.

Sepanjang tahun berjalan, CDS 5 tahun Indonesia terpantau bergerak cenderung naik, meski sempat berada di level terendah pada tahun 2022 pada kisaran 72,91 di bulan Januari lalu.

Meski masih bergerak naik, level CDS Indonesia saat ini cenderung lebih rendah dibandingkan posisi pada awal Mei lalu di kisaran 136,05.

Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Surya Putra memperkirakan, pergerakan CDS Indonesia dalam beberapa waktu kedepan masih akan cukup berfluktuasi dan berpotensi meningkat.

Menurutnya, ada beberapa faktor juga yang menyebabkan pergerakan CDS Indonesia. Salah satu sentimen utamanya terkait persepsi risiko terhadap utang Indonesia, salah satunya dari ekspektasi The Fed untuk menaikan suku bunga di bulan Juni.

Selain itu, CDS Indonesia juga akan dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Sepanjang setahun ini, tren CDS 5 tahun Indonesia cenderung meningkat dari level 70 ke kisaran 120 dan dalam 1 bulan terakhir sempat turun di level 94,” katanya saat dihubungi, Selasa (7/6/2022).

Lebih lanjut, ia menambahkan, adanya indikasi dari The Fed untuk menghentikan sementara pengetatan moneter di bulan September membuka peluang pasar obligasi bergerak bullish setidaknya hingga kuartal III/2022. Meski demikian, potensi terjadinya fluktuasi pasar juga masih cukup tinggi.

“Kebijakan The Fed terkait quantitative tightening ini tentunya dapat menjadi katalis positif di pasar, khususnya di pasar obligasi,” katanya.

Sementara itu, laporan dari Infovesta Utama menjelaskan, membaiknya sentimen domestik dan tekanan global yang dinilai mulai mereda memberikan respon positif terhadap pasar obligasi.

Tercatat, tingkat imbal hasil SUN tenor 10 tahun bergerak pada rentang 7,1 persen – 7,3 persen setelah sebelumnya mencapai level tertinggi di level 7,52 persen. Namun, kondisi saat ini membuat investor asing masih berhati-hati masuk pasar obligasi ditengah rencana kenaikan suku bunga The Fed.

Oleh karena itu, investor yang ingin berinvestasi pada pasar obligasi sebaiknya memilih investasi reksa dana pendapatan tetap dengan portofolio SBN yang memberikan imbal hasil yang sesuai dengan target jangka panjang investor.

Untuk investor yang mencari alternatif investasi lainnya, dapat mempertimbangkan instrumen Savings Bonds Ritel (SBR) sebagai kendaraan investasi. Keunggulan instrumen SBR adalah bunganya floating with floor di level sekarang.

“Sehingga jika suku bunga naik, investor dapat ikut menikmati kenaikan tersebut dari kupon SBR,” demikian kutipan laporan tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper