Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tertekan Lapkeu Emiten dan Prospek Kenaikan Suku Bunga, Wall Street Anjlok

indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 2,82 persen ke level 33.811,40. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak Oktober 2020.
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) anjlok pada akhir perdagangan Jumat (22/4/2022), tertekan oleh rilis laporan keuangan emiten dan prospek kenaikan suku bunga yang agresif.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 2,82 persen ke level 33.811,40. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak Oktober 2020.

Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 2,77 persen ke level 4.271,78, terbesar sejak 7 Maret sekaligus mencatat penurunan mingguan terpanjang di tahun 2022. Indeks Nasdaq Composite ditutup melemah 2,55 persen.

Indeks Volatilitas Cboe atau VIX, yang menjadi patokan kehawatiran pasar, melonjak ke level tertinggi dalam satu bulan terakhir. Sementara itu, indeks dolar AS melonjak 0,54 persen ke 101,12, level tertinggi sejak Juni 2020.

Saham Verizon Communications Inc. anjlok 5,79 persen setelah memangkas proyeksi kinerja 2022. American Express Co. jatuh 2,8 persen setelah raksasa kartu kredit tersebut melaporkan bahwa pengeluaran melonjak pada kuartal pertama.

Rilis laporan keuangan emiten berkapitalisasi besar pekan depan, termasuk Apple Inc., Microsoft Corp. dan Amazon.com Inc., kemungkinan akan menjadi pendorong utama arah pergerakan pasar.

Pelaku pasar telah meningkatkan ekspektasi pada kebijakan pengetatan Federal Reserve setelah Jerome Powell pekan ini menguraikan pendekatan yang paling agresif untuk menjinakkan inflasi. Ia juga berpotensi mendukung dua atau lebih kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.

Indeks di Wall Street sempat rebound dari posisi terendah pada Jumat malam setelah Presiden The Fed wilayah Cleveland Loretta Mester menolak menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada satu pertemuan.

Kepala analis makro Lombard Odier Asset Management Floorian Ielpo mengatakan kebijakan moneter yang lebih agresif telah diperkirakan pelaku pasar, sehingga memengaruhi kurva imbal hasil obligasi Treasury AS.

"Pasar ekuitas mengalami kesulitan dalam memperhitungkan lonjakan imbal hasil ini, selama periode musim pendapatan yang tampaknya goyah,” ungkap Ielpo, dikutip Bloomberg, Sabtu (23/4/2022).

Pasar memperkirakan suku bunga The Fed akan naik 200 basis poin hingga September. Itu berarti akan ada kenaikan 50 basis poin pada pertemuan bulan Mei, Juni, Juli dan September.

Manajer portofolio pendapatan tetap JP Morgan Investment Managemetn Inc. Kelsey Berro mengatakan the Fed masih perlu mendorong retorika hawkish-nya dengan meningkatkan suku bunga.

“Idealnya mereka ingin (kenaikan suku bunga) berada di atas 2 persen hingga akhir tahun dan saya pikir ekonomi akan mengimbangi. Kami masih melihat ekonomi AS cukup tangguh. Ada banyak permintaan terpendam untuk pengeluaran terutama di sisi jasa,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper