Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar dolar AS naik ke level tertinggi dalam dua tahun pada akhir perdagangan Selasa pagi (19/4/2022) di Asia, sejalan dengan penguatan imbal hasil obligasi AS.
Penguatan dolar AS dipicu oleh kepercayaan pasar akan rencana the Fed menaikkan suku bunga setengah persentase poin pada bulan depan.
Adapun, perdagangan di Hong Kong, Eropa, Australia, dan Selandia Baru ditutup untuk Senin Paskah.
Pasar berjangka suku bunga AS telah memperkirakan peluang 96 persen pengetatan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan kebijakan Fed bulan depan dan sekitar 215 basis poin dalam kenaikan suku bunga kumulatif sepanjang 2022. Tentu saja kebijakan the Fed ini memberikan banyak dukungan untuk dolar.
Dolar AS juga naik ke puncak tertinggi dalam 20 tahun terhadap yen. Dolar AS menguat 126,98 yen versus mata uang Jepang tersebut. Posisi ini menyoroti kontras dalam kebijakan moneter antara Fed yang hawkish dan bank sentral Jepang yang ultra-dovish.
Sementara itu, imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun menyentuh level tertinggi tiga tahun di 2,884 persen.
Baca Juga
Indeks dolar, ukuran nilai greenback terhadap enam mata uang utama, melonjak ke 100,86. Ini adalah level tertinggi sejak April 2020 ketika dolar naik 0,3 persen ke level 100,77.
"Memang ada sejarah bahwa ketika Fed berencana untuk menaikkan [suku bunga] dan mengetatkan [kebijakannya], dolar akhirnya melemah selama siklus itu, tetapi saat ini ada sedikit optimisme di luar sana yang dapat menjatuhkan nilainya," kata Juan Perez, direktur perdagangan valas di Monex USA di Washington.
Taruhan net long dari para spekulan pada penurunan dolar AS telah terjadi dalam minggu kedua berturut-turut, menurut data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS yang dirilis pada Jumat (15/4/2022). Nilai posisi net long dolar adalah US$13,22 miliar untuk pekan yang berakhir 12 April.
"Posisi mata uang tidak memiliki rasa narasi yang jelas untuk pengurangan sentimen bullish dolar AS, sementara kenaikan lebih lanjut dalam taruhan bearish di franc Swiss dan yen mencerminkan keuntungan hasil dolar AS atas dua mata uang ini - yang masing-masing bank sentral tetap jauh dari pengetatan kebijakan," kata Scotiabank dalam sebuah catatan penelitian.
Yen, di sisi lain, sebelumnya turun dari level terendah 20 tahun setelah Gubernur bank sentral Jepang Haruhiko Kuroda dan Menteri Keuangan Shunichi Suzuki menyuarakan kekhawatiran tentang melemahnya mata uang mereka. Namun, reli mata uang ini terbukti berumur pendek karena yen justru mencapai slope baru dalam 20 tahun ini, dalam sesi perdagangan di New York.
"Ada spekulasi yang berkembang tentang intervensi valas untuk menyelamatkan yen, meskipun itu tampaknya tidak mungkin," Marios Hadjikyriacos, Analis Investasi Senior di broker Forex XM, dalam sebuah catatan penelitian.
Hadjikyriacos menilai Jepang harus melakukan intervensi sendiri karena Amerika dan Eropa tidak akan setuju untuk melemahkan mata uang mereka sendiri dalam lingkungan inflasi ini, dan otoritas Jepang bahkan belum menggambarkan langkah tersebut.
Semenatara itu, euro, dilumpuhkan oleh kurangnya kejelasan tentang kapan suku bunga di zona euro akan naik. Euro melemah 0,3 persen ke kisaran US$1,0782, tidak jauh dari level terendah minggu lalu di US$1,0758.