Bisnis.com, JAKARTA – Hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (29/3/2022) menghasilkan penawaran sebesar Rp41,62 triliun.
Jumlah penawaran lelang hari ini menurun dibandingkan lelang sebelumnya. Pada lelang SUN 15 Maret lalu pemerintah menghimpun penawaran sebesar Rp49,16 triliun.
Terkait hal tersebut, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto memaparkan, rendahnya penawaran pada beberapa lelang belakangan disebabkan oleh sikap investor, terutama dari luar negeri yang cenderung wait and see. Hal ini seiring dengan ketidakpastian di pasar global yang masih cukup tinggi.
“Saya lihat pasar masih melihat kondisi setelah kenaikan suku bunga The Fed dan memantau tensi geopolitik Rusia – Ukraina,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (29/3/2022).
Ramdhan melanjutkan, kewaspadaan investor juga terlihat dari tingkat imbal hasil (yield) yang diharapkan pada lelang kali ini. Investor cenderung meminta yield lebih besar mengingat kondisi ketidakpastian pasar dan risiko yang lebih tinggi.
Di sisi lain, Ramdhan menuturkan kondisi pasar sekunder SUN Indonesia cenderung stabil. Ia mengatakan, tingkat imbal hasil pada pasar sekunder tidak bergejolak dengan signifikan dan berada di kisaran 6,7 persen pasca keputusan The Fed yang menaikkan suku bunga.
Baca Juga
Ke depannya, Ramdhan menuturkan hasil lelang SUN Indonesia masih sulit meningkat. Hal ini didukung oleh pernyataan The Fed yang akan meningkatkan suku bunganya sebanyak 2 – 3 kali lagi sepanjang tahun ini.
Kenaikan suku bunga The Fed, lanjut Ramdhan, akan memicu kenaikan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury. Investor asing pun akan cenderung memilih masuk ke instrumen ini ketimbang SUN Indonesia demi mendapatkan return jangka pendek.
Selain itu, pasar juga akan memonitor kondisi geopolitik Rusia – Ukraina. Meski dampaknya ke pasar SUN tidak langsung, sentimen ini cukup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global yang akan turut berimbas pada kenyamanan investor untuk masuk ke emerging market.
Secara terpisah, Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, penurunan hasil lelang SUN terjadi seiring dengan pelaku pasar yang masih wait and see terkait hasil perundingan antara Rusia dan Ukraina di Turki yang akan menentukan sentimen risiko di pasar keuangan global kedepannya.
Selain itu, sikap moneter yang cenderung akomodatif dari Bank of Japan (BoJ) juga turut mendorong pelemahan Yen Jepang terhadap dollar AS mengingat divergensi kebijakan moneter antara BoJ dan Fed cenderung melebar.
Implikasi dari divergensi kebijakan moneter antara BoJ dan Fed juga mendorong kenaikan yield obligasi AS sebesar 5 bps ke level 2,51 persen pada sesi perdagangan Asia sehingga mendorong kenaikan yield SUN 10 tahun sebesar 3 bps ke level 6,7 persen pada hari ini.
Ke depannya, sentimen geopolitik Rusia-Ukraina diperkirakan masih akan menjadi faktor yang akan mempengaruhi risiko sentimen di pasar SBN baik pasar primer maupun sekunder.
Lebih lanjut, sentimen Rusia-Ukraina yang masih berlanjut ini pun akan berimplikasi pada kebijakan moneter The Fed yang juga diperkirakan akan agresif mengingat tekanan inflasi domestik AS yang meningkat sejalan dengan konflik geopolitik.
Sementara itu, sentimen domestik, kebijakan fiskal yang konsolidatif yang berimplikasi pada penurunan defisit APBN dan rasio utang pemerintah serta terjaganya kondisi stabilitas perekonomian, diperkirakan akan tetap memperkuat faktor fundamental ekonomi Indonesia untuk dapat membatasi dampak negatif yang disebabkan oleh faktor sentiment eksternal.