Bisnis.com, JAKARTA - Setelah PT GoTo Gojek Tokopedia merilis prospektus penawaran saham perdana (initial public offering/IPO), publik ramai-ramai berkomentar. Ada yang bernada satir hingga mencibir.
Masalah utama yang dibahas aspek fundamental. Mulai dari valuasi, neraca laba rugi, prospek usaha, hingga masalah teknis, seperti greenshoe option, instrumen yang relatif baru digunakan oleh calon emiten di pasar modal Indonesia.
Namun, ada juga yang memberikan label buy one get three untuk IPO GoTo ini. Artinya, dengan merogoh kocek maksimal Rp346 per lembar saham, atau minimal Rp316, investor mendapatkan Gojek, Tokopedia, Gopay, dan sejumlah ekosistem perusahaan.
Tagline beli 1 dapat 3 ini menggema di berbagai forum WA ataupun sosial media. Mengapa menjadi viral? Salah satu alasannya karena publik teringat dengan harga IPO PT Bukalapak Tbk. (BUKA) Rp850 per lembar, tapi hanya mendapatkan satu emiten e-commerce dengan positioning medioker di market.
Topik seputar IPO GoTo bakal terus menjadi pergunjingan publik. Pro kontra soal perbincangan tersebut sesuatu yang positif, karena akan melahirkan kesadaran masyarakat terhadap risiko dari berinvestasi. Pun ketika analis berkomentar, simak di sini: GoTo IPO, Simak Pendapat Analis-Analis Pasar Modal Berikut Ini - Market Bisnis.com
Sejauh ini, Bisnis.com mencatat tiga isu utama yang paling menarik perhatian publik, yakni valuasi, profitabilitas, dan program saham gotong royong. Berikut ringkasannya:
Soal Valuasi Saham
GoTo akan melepas sedikitnya 48 miliar lembar saham dan sebanyak-banyaknya 52 miliar lembar saham. Dengan rentang harga Rp316 - Rp346 per lembar, GoTo diperkirakan meraup dana segar sebanyak Rp16,43 triliun - Rp17,99 triliun untuk 52 miliar saham. Jika menggunakan asumsi 48 miliar saham, dana yang diraup sekitar Rp15,2 triliun.
Target perolehan dana itu lebih rendah dibandingkan dengan PT Bukalapak.com Tbk. yang mampu meraup Rp21,9 triliun. Namun, valuasi harga saham Bukalapak saat IPO jauh lebih tinggi dibandingkan dengan GoTo.
Nilai buku atau price to book value (PBV) BUKA mencapai 38 kali dengan asumsi ekuitas saat itu senilai Rp1,7 triliun.
Sementara itu, PBV GoTo adalah 2,89 kali - 3,17 kali. Angka ini diperoleh dengan perhitungan total ekuitas GoTo Rp130 triliun dan jumlah saham 1,19 triliun lembar.
Bila dibandingkan dengan PBV terkini Sea Limited dan Grab Holdings, PBV GoTo masih lebih baik. PBV Sea Limited adalah 8,29 kali, sedangkan Grab mencatat ekuitas negatif sehingga PBV terkena imbas. Lihat di sini: Fakta! Nilai Nominal Saham GOTO Lebih Rendah Dari Emiten Startup - Market Bisnis.com
Salah satu indikator lain yang kerap digunakan untuk menilai valuasi tech companies adalah enterprise value dibandingkan dengan pendapatan. Perhitungan yang lebih mudah adalah membandingkan dengan nilai kapitalisasi atau market capitalization (marcap) dengan pendapatannya.
Dengan menggunakan angka per Juli 2021, rasio marcap terhadap pendapatan GoTo adalah sebesar 144 kali. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan rasio yang sama untuk Grab dan Sea Ltd. masing-masing 32 kali dan 7 kali.
CEO Grup GoTo Andre Soelistyo dalam acara paparan publik IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), Selasa (15/3/2022).
Salah satu indikator lain yang kerap digunakan untuk menilai valuasi tech companies adalah enterprise value dibandingkan dengan pendapatan. Perhitungan yang lebih mudah adalah membandingkan dengan nilai kapitalisasi atau market capitalization (marcap) dengan pendapatannya.
Dengan menggunakan angka per Juli 2021, rasio marcap terhadap pendapatan GoTo adalah sebesar 144 kali. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan rasio yang sama untuk Grab dan Sea Ltd. masing-masing 32 kali dan 7 kali.
Namun, perlu dicatat, rasio GoTo menggunakan angka Juli 2021, sedangkan Grab dan Sea menggunakan angka Desember 2021. Rasio marcap terhadap pendapatan tentu akan lebih kecil seiring dengan tren peningkatan pendapatan GoTo pada masa mendatang.
Hal ini akan berkaitan dengan poin selanjutnya, yaitu bagaimana ekosistem GoTo menjadi penopang bagi pertumbuhan pendapatan grup.
Menurut Suria Dharma, Head of Research PT Samuel Sekuritas, valuasi GoTo terbilang menarik karena memiliki ekosistem terbesar, paling lengkap, dan saling terintegrasi.
Setelah merger dengan Tokopedia, GoTo akan menikmati network effect ekosistem. “Kalau berdasarkan price/GMV 2023 mungkin sekitar 0,4x-0,6x, relatif tidak mahal. Tapi kalau berdasarkan price/sales yang sekitar 16x mungkin agak premium dibandingkan peers,” katanya.
Analis Ajaib Sekuritas Yazid Muammar mengatakan bila dibandingkan dengan Bukalapak, IPO GoTo lebih menarik. Menurutnya, valuasi yang ditawarkan GoTo lebih realistis dibandingkan dengan Bukalapak. “Bila melihat GTV [gross transaction value] GoTo saat ini maka harganya cenderung wajar,” pungkas Yazid.
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan oleh GoTo, GTV per September 2021 sebesar Rp414 triliun. Adapun pada periode 2018-2020, GTV GoTo mengalami peningkatan hingga 46 persen (CAGR).
Sejalan dengan peningkatan GTV, pendapatan kotor GoTo pun terus meningkat. Dengan tingkat pertumbuhan majemuk antara 2018-2020 sebesar 56 persen dan mencapai Rp15,1 triliun dalam 12 bulan yang berakhir 30 September 2021.
Magnet Ekosistem GoTo
Kinerja GTV dan pendapatan itu tak terlepas dari peranan ekosistem GoTo yang melibatkan 55 juta konsumen, 2,5 juta mitra pengemudi, dan 14 juta pedagang (merchants).
Adapun yang perlu menjadi catatan adalah kekuatan ekosistem GoTo tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga terintegrasi satu dengan yang lainnya. Satu kali transaksi di Tokopedia, misalnya, akan menghidupi unit bisnis yang lain.
Artinya, konsumen membeli produk di Tokopedia dan menggunakan Go-Send untuk opsi pengiriman. Dari sisi transaksi, user memilih opsi Gopay atau Gopay Later atau opsi lain yang proses transaksinya menggunakan Midtrans.
Di lain pihak, merchant memproses pesanan dengan menggunakan aplikasi POS dari Moka. Maka, paling sedikit satu kali transaksi di Tokopedia sudah melibatkan empat value chain sekaligus. Simak di sini: Simak Imbas IPO GOTO, Bagi ARTO, MPPA, MLPL, dan BIRD - Market Bisnis.com
Boleh dibilang, data data yang tersaji di dalam prospektus, belum mencerminkan kekuatan ekosistem GoTo yang sesungguhnya. Seiring dengan sinergi yang terus berjalan di antara ekosistem GoTo, kekuatan ekosistem GoTo ini akan memberikan dua dampak penting sekaligus.
Pertama, meningkatkan skala bisnis. Kedua, mengurangi biaya. Dengan kata lain, kekuatan ekosistem GoTo menciptakan sinergi antara bisnis on-demand, e-commerce, dan fintech yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan jumlah pengguna dan jumlah permintaan secara efisien.
Di luar bisnis yang sudah digeluti, GoTo juga sudah memulai inisiatif untuk menambah sumber pendapatan baru yang masih terkait dengan ekosistem grup.
PT Gojek Indonesia menggandeng PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) membentuk perusahaan patungan atau joint venture (JV) ekosistem motor listrik bertajuk Electrum, Kamis (18/11/2021).
Bersama TBS Energi Utama, GoTo membentuk perusahaan patungan bernama Electrum yang akan menyediakan kendaraan listrik bagi mitra pengemudi.
Ekspansi itu sejalan dengan target GoTo untuk mengurangi emisi karbon pada 2030. Dari penyediaan kendaraan listrik ini, GoTo berpeluang menggarap pasar pembiayaan melalui GoTo financial.
Bersama Telkomsel, GoTo juga membentuk JV bernama PT Games Karya Nusantara. JV ini akan mengusung brand Majamajo dan menandai ekspansi GoTo di segmen gaming yang pasarnya terus bertumbuh di Asia Tenggara.
Kemudian patut disimak adalah investasi GoTo di beberapa entitas asosiasi. Berdasarkan laporan keuangan per Juli 2021, ada tujuh investasi GoTo di entitas asosiasi senilai Rp4,98 triliun.
Investasi yang cukup signifikan adalah PT Bank Jago Tbk di mana GoTo memiliki 21,40 peren. Sejauh ini, Bank Jago sudah mencatat profit meski nilainya relatif kecil.
Dalam jangka panjang, seiring dengan peningkatan pendapatan entitas asosiasi, GoTo berpotensi meraih pendapatan tambahan dari investasi di entitas tersebut. Model serupa dilakukan oleh perusahaan teknologi seperti Amazon dan lainnya.
Profitabilitas & Prospek Usaha
Profitabilitas adalah salah satu aspek yang paling disorot oleh publik selepas GoTo menyampaikan Prospektus.
Sampai dengan September 2021, GoTo masih mencatat kerugian sebesar Rp11,58 triliun. Secara kumulatif kerugian GoTo mencapai Rp67 triliun.
Namun, patut digarisbawahi, total modal disetor (ekuitas) GoTo mencapai Rp179 triliun. Dengan menyerap rugi akumulasi, total ekuitas saat ini mencapai Rp130 triliun. Angka ekuitas mencerminkan seluruh dana (modal) yang telah ditanamkan para pemegang saham GoTo selama ini.
Bila melihat rekam jejak tech related companies yang IPO, kerugian merupakan hal yang lazim. Amazon masih mencatat kerugian saat IPO 1997 dan baru mencetak untung pada 2003. Butuh waktu sekitar 6 tahun! Pun dengan Facebook. Kinerjanya mulai mulai hijau setelah bertahun-tahun.
Profitabilitas merupakan salah satu faktor risiko yang harus diperhatikan oleh investor. Hal tersebut juga disoroti investor di dalam prospektus. Di mana emiten menyampaikan faktor risiko itu, termasuk klausa “Perseroan mungkin tidak mencapai profitabilitas di masa depan.”
Penyampaian faktor risiko tersebut biasanya disampaikan perusahaan di prospektus saat mau melantai di bursa.
CEO Sucor Sekuritas Bernadus Setya Ananda Wijaya mengatakan kerugian GoTo bukan hal mengejutkan. Pasalnya, GoTo membutuhkan investasi besar dalam membangun ekosistemnya dari nol.
Menurutnya, dari pada menyoroti kerugian, investor lebih baik mencermati data fundamental, seperti kenaikan GTV dan biaya operasional GoTo yang mengecil. Hal ini menjadi faktor penting untuk menilai efisiensi GoTo pada masa mendatang.
"Setelah bertahun-tahun beroperasi, maka biaya-biaya yang dikeluarkan harus bisa lebih efisien agar ada perhitungan kapan perusahaan mencapai laba. Untuk kasus GoTo terlihat efisiensi sudah semakin baik dari tahun ke tahun," ujarnya.
Saat ini, proses IPO GoTo masih pada tahap penawaran awal. Investor masih punya waktu untuk melakukan penelaahan prospektus perusahaan tersebut. GoTo memang masih merugi, tetapi ada tren perbaikan pada indikator keuangan. Apakah layak dikoleksi?