Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa sentimen global diketahui mempengaruhi ketidakpastian outlook ekonomi global yang kemudian turut mempengaruhi outlook pasar reksa dana di tanah air saat ini.
Mengutip laporan mingguan Infovesta, dijelaskan bahwa konflik antara Rusia-Ukraina yang terus bereskalasi dan melonjaknya inflasi secara global memberikan dampak ketidakpastian terhadap outlook ekonomi global.
Akibatnya bagi instrumen reksa dana, ada yang diuntungkan dari konflik Rusia-Ukraina tapi juga ada instrumen yang dirugikan dari sentimen tersebut.
“Upaya pemboikotan minyak dan gas Rusia berpotensi memperparah gangguan pasokan, sehingga semakin mengerek harga komoditas yang tentunya dapat mengangkat tingkat inflasi,” tulis Infovesta dalam laporan mingguan, dikutip Selasa (15/3/2022).
Infovesta menjelaskan bahwa konflik Rusia-Ukraina belum menemui titik terang, dan pada pertemuan diplomatis antara keduanya yang dijembatani oleh Turki hahal menemui kesepakatan karena Rusia belum berencana untuk keluar dari Ukraina.
Belum lagi, Executive Order yang baru saja ditandatangani Presiden AS untuk melarang impor LNG, minyak dan batu bara dari Rusia sebagai sanksi untuk memaksa Rusia menghentikan agresi militernya, semakin memperkeruh keadaan.
Baca Juga
Tak hanya AS, aliansi negara barat lainnya ungkap Infovesta seperti Inggris sedang meninjau rencananya untuk menghentikan impor gas dari Rusia.
Adanya ketergantungan impor minyak dan gas dari Rusia sebagai salah satu penghasil terbesar dunia, akan memperlebar gap terhadap pasokan yang perlu diisi secara global yang mengakibatkan tingginya harga komoditas.
Terkait data inflasi, rilis statistik AS per Februari 2022 dilaporkan terakselerasi ke level 7,9 persen yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir dengan kontributor utama berasal dari energi yaitu sebesar 25,6 persen yang saat ini diperparah dengan konflik Rusia-Ukraina.
Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) baru mengumumkan akan mempercepat program pembelian aset (tapering) yang disinyalir akan berlangsung sepanjang kuartal II/2022 yang berkaitan dengan lonjakan inflasi zona Eropa di level 5,8 persen.
Hal tersebut ungkap Infovesta semakin memberikan ketidakpastian terhadap outlook ekonomi global dan menimbulkan kekhawatiran akan kebijakan moneter yang akan ditempuh di tengah perang yang masih terjadi.
Akibatnya, tak hanya pasar surat utang global yang kehilangan tenaga, pasar surat utang dalam negeri pun turut mengalami tekanan.
“Masih belum jelasnya imbas eskalasi perang dan kebijakan The Fed membuat investor hanya bisa menduga-duga dampak yang mungkin terjadi pada pasar SBN. Hal tersebut mendorong yield dari pasar SBN naik ke level di atas 6,8 persen dalam beberapa pekan terakhir dan menekan kinerja reksa dana pendapatan dengan underlying asset SBN,” jelas Infovesta.
Namun, bagi pasar saham dengan adanya kenaikan harga komoditas membuat industrinya menjadi lebih menarik karena Indonesia sebagai salah satu produsen energi terbesar di dunia di tengah risiko kenaikan harga bahan baku.
“Hal tersebut tentunya merupakan momentum yang baik bagi reksa dana saham,” tutup Infovesta.