Bisnis.com, JAKARTA – Kabar pengenaan bea materai Rp10.000 untuk transaksi saham mulai Maret 2022 belakangan mulai terdengar.
Kebijakan terkait bea meterai tersebut diatur dalam UU No 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Pasal 3 huruf E peraturan ini menyebutkan pengenaan bea materai berlaku terhadap dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Pada penjelasan pasal tersebut, dokumen transaksi surat berharga mencakup antara lain bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di dalam bursa efek berupa trade confirmation atau bukti atas transaksi pengalihan surat berharga lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
“Hal ini termasuk dokumen berupa akta notaris, kuitansi, atau dokumen lainnya, yang digunakan sebagai bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di luar bursa efek,” demikian kutipan peraturan tersebut, Senin (21/2/2022).
Terkait hal tersebut, Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengatakan, pro-kontra terkait kebijakan ini pasti akan ada dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Bea materai itu kan sifatnya final, bukan seperti PPh yang tergantung dari besar kecil objek pajaknya,” katanya saat dihubungi.
Baca Juga
Dari sisi investor, ia melihat pelaku yang melakukan trading jual-beli secara konstan akan cukup merasakan efek kebijakan ini.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada para investor untuk investasi secara jangka panjang dan melakukan swing trading. Artinya, investor harus cermat melihat pergerakan dan momentum pasar dalam waktu-waktu tertentu.
“Tetapi, ini semua akan balik lagi ke besarnya jumlah transaksi, mungkin kalau transaksinya dalam jumlah besar kebijakan ini tidak akan terlalu terasa dampaknya ke investor,” pungkasnya.