Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham yang sudah mahal serta fase koreksi pada obligasi AS menjadi sejumlah risiko yang membayangi investor saat masuk ke reksa dana berdenominasi dolar AS.
Direktur Avrist Asset Management (Avrist AM) Farash Farich mengatakan, keuntungan dari hasil investasi reksa dana berdenominasi dolar AS masih cukup potensial.
Hal ini mengingat adanya tren kenaikan suku bunga global dan situasi geopolitik yang dapat memperkuat posisi mata uang dolar AS terhadap mata uang negara lainnya.
“Dilihat dari indeks mata uang, dolar AS juga sudah melemah cukup besar sejak pandemi. Maka, potensi upside untuk reksa dana dolar memang masih terlihat,” jelasnya kepada Bisnis pada pekan ini.
Meski demikian, Farash mengatakan masih ada beberapa risiko yang membayangi prospek jenis instrumen ini.
Ia menjelaskan, imbal hasil aset dolar AS saat ini masih sangat rendah dan banyak saham AS yang sudah terlalu mahal. Sementara itu, obligasi AS atau US Treasury tengah berada dalam fase koreksi.
Baca Juga
“Sehingga bisa saja upside dari penguatan mata uang ter-offset dari koreksi di aset dasarnya,” jelas Farash.
Oleh karena itu, Farash menyarankan investor untuk masuk ke aset-aset reksa dana berdenominasi rupiah. Hal ini karena potensi imbal hasil saham dan obligasi rupiah masih lebih tinggi seiring dengan tingginya aliran dana asing yang masuk ke Indonesia.
Selain itu, tren koreksi pada obligasi berdenominasi rupiah tergolong landai. Hal tersebut terlihat dari penurunan harga obligasi yang lebih kecil dari yieldnya.
“Dalam situasi ini, kami masih lebih memilih aset rupiah, kecuali memang ada kebutuhan dalam dolar AS,” ujarnya.