Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat pada penutupan perdagangan hari ini, Rabu (16/2/2022).
Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 15.00 WIB IHSG parkir pada posisi 6.850,19 atau menguat 0,63 persen. IHSG sempat mencatatkan posisi tertinggi pada level 6.857,65.
Tercatat, 329 saham menguat, 195 saham melemah dan 155 saham bergerak stagnan di akhir perdagangan. Investor asing tercatat membukukan aksi net foreign buy Rp832,38 miliar.
Saham PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT) menjadi top gainers teratas hari ini setelah menguat 34,75 persen ke posisi Rp190 disusul oleh PT Limas Indonesia Makmur Tbk (LMAS) dengan kenaikan 25,93 persen.
Investor asing tercatat membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp220,4 miliar, atau yang terbanyak pada hari ini. Menyusul dibelakangnya adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) senilai Rp135,9 miliar dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sebesar Rp90,4 miliar.
Sebelumnya, Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menuturkan, setelah sebelumnya selama 3 hari Indeks DJIA di bursa Amerika turun tajam 3,39 persen, di hari perdagangan ke-4 Indeks DJIA dapat bangkit dengan menguat sekitar 423 poin atau 1,22 persen.
Baca Juga
Hal ini menyusul pasar yang menerima berita Rusia menarik pasukannya ke barak setelah latihan gabungan selesai.
"Jika reboundnya Indeks DJIA digabungkan dengan naiknya EIDO sebesar 2,27 persen dan naiknya harga CPO serta Nikel, maka berpotensi menjadi sentimen positif pendorong penguatan lanjutan IHSG dalam perdagangan Rabu ini," kata Edwin dalam risetnya, Rabu (16/2/2022).
Dilain pihak, lanjutnya, berita penarikan tentara Rusia ke barak setelah usai latihan perang gabungan mendorong turun harga beberapa komoditas. Komoditas tersebut seperti minyak yang turun 3,02 persen, emas turun 1 persen, batu bara turun 0,26 persen dan timah yang turun 0,65 persen.
Menurut Edwin, turunnya harga komoditas tersebut berpotensi menjadi sentimen negatif alasan investor melakukan aksi profit taking terhadap saham yang sensitif terhadap komoditas tersebut. Hal ini di tengah kembali naiknya yield obligasi AS tenor 10 tahun keatas level 2 persen serta kembali naiknya jumlah korban baru Covid-19, lebih tinggi dari gelombang kedua di bulan Juli 2021.