Bisnis.com, JAKARTA — Analis masih menilai saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) prospektif meskipun kinerja produksi pada 2021 menurun.
Pada Jumat (11/2/2022), saham INCO ditutup turun 0,42 persen atau 20 poin menjadi Rp4.780. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp47,5 triliun dengan valuasi PER 20,25 kali. Sepanjang 2022, saham INCO masih naik 2,14 persen.
Dalam keterangan resminya, INCO melaporkan telah memproduksi 65.388 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2021, turun 9,48 persen year on year (yoy).
"Kami mencapai produksi tahunan yang lebih tinggi dari apa yang kami targetkan sebelumnya, hal ini disebabkan oleh penundaan eksekusi pembangunan kembali tanur listrik 4 yang semula dijadwalkan untuk mulai pada November menjadi Desember tahun ini,” kata Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur INCO.
Perinciannya, pada kuartal IV/2021 INCO memproduksi 17.015 ton nikel matte, lebih rendah dari kuartal III/2021sebanyak 18.127 ton. Namun lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, sebanyak 16.445 ton.
Adapun, secara keseluruhan sepanjang 2021 INCO mencatat produksi nikel matte sebanyak 65.388, lebih rendah 9,48 persen dari total produksi 2020 sebanyak 72.237.
Baca Juga
"Produksi pada triwulan keempat tahun 2021 sekitar 6 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan volume produksi yang direalisasikan pada kuartal III/2021" imbuh Febriany.
Sementara itu, secara yoy basis produksi pada kuartal IV/2021 adalah 3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada kuartal IV/2020.
Dalam risetnya, analis Henan Putihrai Sekuritas Andreas Tarigan menginisiasi rekomendasi beli untuk INCO dengan target harga Rp5.600 per saham.
Rekomendasi itu, lanjutnya, sejalan dengan rencana INCO untuk mengembangkan fasilitas HPAL dengan Sumitomo Metal Mining.
“Kami melihat langkah pembangunan HPAL dapat membuka jalan bagi INCO untuk masuk ke dalam ekosistem kendaraan listrik global,” tulisnya dalam riset yang dikutip Kamis (10/2/2022).
Lebih lanjut, INCO berencana menambah kapasitas produksi feronikel (FeNi) sebesar 73.000 ton nikel dalam feronikel (Tni) dengan inagurasi proyek pabrik RKEF. Proyek itu akan melibatkan Xinhai dan Tisco sebagai mitra strategis INCO.
Andreas menilai INCO juga memiliki neraca keuangan dan struktur modal yang kuat. Hal itu ditandai oleh posisi net cash dan tingkat utang yang rendah.
“Dengan itu, INCO dapat mengeksekusi proyek besar di tengah tingginya harga bahan bakar,” imbuhnya.