Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara tetap melesat terimbas larangan ekspor Indonesia, meskipun aturan tersebut sudah dicabut. Selain menguntungkan emiten batu bara, kenaikan harga juga memberi berkah ke emiten pelayaran sebagai angkutannya.
Mengutip data Bloomberg pada perdagangan terakhir pada Jumat (21/1/2022), harga batu bara Newcastle tercatat turun tipis 0,47 persen ke US$224,60 per ton setelah sebelumnya sempat menyentuh US$226. Harga ini mendekati puncaknya pada Oktober 2021 yang mencapai US$250 per ton.
Terkait hal ini, Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR) Bani Maulana Mulia mengatakan bahwa kenaikan harga batu bara ini secara tidak langsung membawa snetimen positif bagi emiten angkutan batu bara.
“Secara langsung tidak ada pengaruh kepada pendapatan perusahaan, namun tentunya kenaikan harga batu bara membawa potensi baik bagi pelayaran, karena akan membawa potensi pertumbuhan pendapatan baik dari volume maupun kenaikan freight rate,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/1/2022).
Sementara belum ada pengaruh, saat emiten bersandi SMDR juga belum punya rencana menaikkan harga tarif angkutan, namun akan ada penyesuaian untuk kontrak-kontrak yang akan datang.
“Untuk kontrak angkutan sampai saat ini masih tetap stabil, tidak terpengaruh larangan ekspor yang sempat diberlakukan dan sekarang juga sudah dicabut bahkan sebelum sampai 1 bulan berlaku,” jelasnya.
Baca Juga
Sementara, harga saham SMDR pada perdagangan Senin (24/1/2022) bergerak di zona merah, turun 20 poin atau 2,02 persen ke Rp970 setelah dilego asing senilai Rp437,13 juta. Dalam setahun (yoy), harga sahamnya sudah melesat 236,81 persen.
Sebelumnya, emiten angkutan batu bara PT Trans Power Marine Tbk. (TPMA) mengajukan diskusi untuk menaikkan harga tarif angkutan batu bara sejalan dengan kenaikan harga batu bara.
Namun, karena masih dalam taraf awal diskusi dan negosiasi dengan para pelanggan, belum ada kejadian penting yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup TPMA serta dapat mempengaruhi harga saham perseroan.