Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pemulihan ekonomi serta dampak varian omicron yang tidak sebesar kekhawatiran pasar dapat menjadi katalis terjadinya January effect pada 2022 setelah absen pada 2020–2021.
Berdasarkan laporan mingguan Infovesta yang dirilis Senin (10/1/2022), tren musiman January effect tengah dicermati pelaku pasar memasuki bulan pertama 2022.
Fenomena tersebut membantu kenaikan harga saham seiring dengan optimisme awal tahun dengan banyaknya pembelian saham yang sudah dijual pada akhir tahun dan alokasi investasi bonus akhir tahun.
Meski demikian, January effect tidak terjadi tiap tahunnya. Selama 2 tahun terakhir, tercatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terkoreksi masing-masing 1,95 persen pada 2021 dan 5,71 persen pada 2020.
"Kenaikan kasus covid-19 melalui varian Omicron yang tengah mengalami kenaikan baik di dunia maupun dalam negeri, menambah kekhawatiran terhadap potensi terjadinya tren musiman tersebut," demikian kutipan riset Infovesta Utama.
Meski demikian, ekonomi yang berangsur pulih, otoritas pembuat kebijakan yang prudent dan varian Omicron tidak berdampak sebesar yang dikhawatirkan, memberikan harapan terhadap terjadinya January effect pada 2022.
Baca Juga
Selain IHSG, potensi January effect juga terbuka bagi indeks-indeks acuan lainnya seperti LQ45, IDX30, dan Bisnis-27. Hal tersebut tentu saja menguntungkan bagi investor karena dapat berinvestasi pada indeks-indeks tersebut dengan membeli reksa dana indeks maupun produk Exchange Traded Fund (ETF).
Di tengah pergerakan sektor saham yang fluktuatif dan dapat berotasi secara cepat seperti yang terjadi pada tahun 2021 yang lalu, investasi pada reksa dana indeks maupun ETF yang langsung meniru kinerja indeks secara keseluruhan dapat menjadi alternatif menarik bagi investor.
Adapun, pada periode 30 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022, reksa dana saham mencatatkan return terbesar dengan 0,50 persen seiring dengan penguatan IHSG yang sebesar 1,82 persen.
“Kenaikan IHSG ditopang oleh sektor teknologi yang naik 5,52 persen, sektor keuangan (4,11 persen) dan sektor energi (2,93 persen),” demikian kutipan riset tersebut.
Menyusul di belakangnya adalah reksa dana campuran dengan kenaikan 0,25 persen. Kinerja positif reksa dana campuran terjadi ditengah penurunan indeks acuan SBN atau IGBI sebesar 0,21 persen.
Sementara itu, indeks acuan obligasi korporasi tercatat masih menguat 0, 3 persen. Seiring dengan hal tersebut, reksa dana pendapatan tetap menjadi satu-satunya instrumen yang mencatatkan return negatif selama sepekan kemarin dengan koreksi 0,33 persen.
“Nada hawkish The Fed yang akan mempercepat kenaikan suku bunga selepas kuartal I-2022 di tengah kenaikan kasus varian Omicron demi menahan lonjakan inflasi, cukup menekan pasar surat utang dan mengangkat pasar saham,” demikian kutipan laporan tersebut.