Bisnis.com, JAKARTA - PT Semacom Integrated Tbk. (SEMA) menjadi emiten yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), hari ini, Senin (10/1/2022). Total dana yang diraup Rp62,46 miliar dipakai meningkatkan bisnis sumber energi terbarukan.
SEMA merupakan perusahaan tercatat kedua di BEI pada 2022. SEMA menyusul PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR), yang listing pada perdagangan perdana tahun ini, 3 Januari 2022.
SEMA menawarkan 347 juta saham kepada publik lewat IPO. Porsi itu setara dengan 25,76 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Adapun, harga penawaran saham ditetapkan Rp180, sehingga perseroan meraih dana Rp62,46 miliar dalam IPO.
Dana dari hasil IPO tersebut seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja perseroan, di antaranya pembelian persedian, biaya penelitian dan pengembangan, serta biaya pemasaran dan promosi. Penggunaan dana IPO ini tentunya setelah dikurangi biaya - biaya emisi efek.
Direktur Utama Semacom Integrated Rudi Hartono Intan mengatakan dana yang diperoleh perseroan dari pelaksanaan Waran Seri I, jika dilaksanakan oleh pemegang waran, bakal dipakai modal kerja pembelian persediaan serta biaya pemasaran dan promosi.
"Penawaran umum perdana saham ini merupakan tonggak pencapaian besar SEMA yang akan menjadi pemacu untuk meningkatkan kinerjanya ke depan," ungkapnya, Senin (10/1/2022).
Baca Juga
Rudi optimistis emiten yang mendapatkan kode ticker SEMA ini akan semakin moncer seiring dengan komitmen pemerintah yang ingin mengoptimalkan sumber energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi alternatif. Apalagi, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi sumber EBT sangat melimpah.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan peningkatan bauran energi nasional dari sumber EBT pada tahun 20258 sebesar 23 persen dan pada tahun 2050 sebesar 31 persen.
Posisi saat ini penggunaan energi terbarukan di Indonesia baru mencapai kisaran 13 persen dalam komposisi bauran energi secara keseluruhan. Demi meningkatkan efisiensi pencapaian target bauran 23 persen pada 2025 tersebut, PLN telah menyatakan perlunya penambahan 3.200 Mw modul surya.
"Dengan mempertimbangkan potensi bisnis yang ada, dan kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan modul surya sebagai bagian dari energi terbarukan, kami telah mempertimbangkan dan mengkaji pengembangan bisnis untuk pengerjaan Inverter Modul Surya dan BOS (Balance of System) Modul Surya," sambung dia.
Selain itu, SEMA juga membidik pasar mobil listrik dengan memberikan dukungan dalam membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Hal ini sejalan dengan misi pemerintah untuk mengembangkan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Battery Electric Vehicle untuk Transportasi Jalan, sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019.
"Kami juga membidik pasar penyedia energi melalui produksi baterai untuk keperluan perusahaan telekomunikasi dan SPKLU," pungkas Rudi.
Terkait dengan kinerja usaha tahun lalu (per Juni 2021), SEMA mampu mencetak pendapatan Rp60,9 miliar atau naik 33,76 persen dari Rp45,53 miliar pada Juni 2020.
Untuk laba bruto perseroan tercatat sebesar Rp19,36 miliar atau naik dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp13,82 miliar. Sedangkan untuk laba per saham yaitu sebesar Rp5,93 per lembarnya.
Sementara itu, untuk laba bruto terhadap penjualan pada periode tersebut mengalami kenaikan sebesar 31,79 persen atau lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada tahun sebelumnya sebesar 29,68 persen.
Selanjutnya, total EBITDA terhadap penjualan tercatat naik 11,94 persen.
Kemudian total aset SEMA per Juni 2021 tercatat sebesar Rp146,95 miliar, meningkat dari periode yang sama pada 2020 yang tercatat hanya Rp141,03 miliar. Jumlah ini terdiri dari aset lancar sebesar Rp118,47 miliar dan aset tidak lancar sebesar Rp28,48 miliar.