Bisnis.com, JAKARTA - Analis memberikan rekomendasi netral untuk saham emiten media pada 2022 mengingat pertumbuhan pendapatan dari iklan tumbuh moderat pada paruh kedua tahun ini.
Namun demikian, emiten media dinilai masih akan menikmati perkembangan bisnis media digital yang dapat mendatangkan pendapatan dari sisi iklan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya menurunkan rekomendasi untuk saham emiten media menjadi netral untuk semester I/2022 melihat pendapatan iklan secara umum tumbuh dalam laju yang lambat pada semester II/2021. Hal itu membuatnya menurunkan proyeksi pendapatan emiten media pada tahun depan.
“Kompetisi yang ketat di industri televisi kemungkinan akan membatasi kenaikan tarif [iklan]. Sebagai tambahan, juga terdapat kompetisi dari sisi media digital,” tulis Christine dalam riset yang dipublikasikan lewat Bloomberg, dikutip Senin (27/12/2021).
Mirae Asset Sekuritas menurunkan proyeksi pendapatan emiten media pada 2022 karena kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO) akan mengurangi pemasukan iklan dari perusahaan barang konsumen bergerak cepat (fast moving consumer goods/FMCG).
Kendati demikian, akselerasi vaksin Covid-19 diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan menggenjot pemulihan pengeluaran iklan.
Baca Juga
Ke depannya, Christine memperkirakan perusahaan media akan meneruskan fokus ke konten digital dengan memperkuat kehadirannya di pasar over-the-top (OTT). Sedangkan untuk layanan TV free-to-air (FTA), Christine memproyeksikan masih menjadi tempat utama sasaran pengiklan.
Berdasarkan Statista, pengeluaran iklan Indonesia dalam iklan digital mencapai US$2,1 miliar pada 2021 dan akan semakin tinggi pada 2022. Sedangkan iklan di media sosial Indonesia diperkirakan mencapai US$1 miliar pada 2022.
Melihat pendapatan dari emiten media eksisting di Bursa Efek Indonesia, pendapatan PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) dan PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) dari lini iklan digital telah tumbuh menjadi dobel digit dalam dua tahun.
“Kami melihat hal ini terjadi karena pertumbuhan yang lebih rendah di pendapatan iklan TV seiring dengan masing-masing perusahaan mengarahkan investasinya ke bisnis media digital yang mendatangkan lebih banyak pendapatan,” tulis Christine.
Christine memberikan rekomendasi trading buy untuk SCMA dengan target harga Rp450 sedangkan MNCN diberi rekomendasi beli dengan target harga Rp1.500.
Senada, Tim Analis J.P. Morgan Sekuritas Indonesia melihat saat ini menjadi kesempatan untuk mengakumulasikan saham SCMA. J.P. Morgan Sekuritas optimistis bisnis SCMA akan bergeliat setelah perseroan mendapatkan pendanaan sebesar US$150 juta untuk Vidio dari Affinity Capital.
“Kami juga memperkirakan pendapatan iklan SCMA pada kuartal IV/2021 akan rebound karena Indonesia membuka kembali perekonomian pada kuartal III/2021,” tulis J.P. Morgan.
Sementara itu, Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan merekomendasikan beli saham MNCN dengan target harga Rp1.400. Dia mengatakan pendapatan MNCN bakal pulih karena perusahaan FMCG dan e-commerce masih memiliki kepentingan untuk brand awareness setelah pandemi berakhir.
Selain itu, produk RCTI+ milik MNCN disebut Steven bisa memainkan peran dalam mengakselerasi industri broadcast dan hiburan di Indonesia. Adapun RCTI+ diproyeksikan menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan bagi MNCN mengingat kontribusi pendapatan iklan digital dari RCTI+ tumbuh menjadi 10 persen pada tahun ini dari 5 persen pada 2020.
Terbaru, bakal ada satu perusahaan media lagi yang akan meramaikan jejeran emiten media di Bursa Efek Indonesia. Pemilik saluran NET TV. yaitu PT Net Visi Media Tbk. akan menawarkan sebanyak-banyaknya 765,30 juta saham dalam aksi penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Jumlah tersebut mewakili 4,37 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Nilai nominal saham ditetapkan Rp100 dengan harga penawaran Rp190-Rp196 per saham. Dengan demikian, NET TV. berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp149,99 miliar dalam aksi korporasi ini.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.