Bisnis.com, JAKARTA - PT Indika Energy Tbk (INDY) secara bertahap memulai proses pengajuan perpanjangan kontrak tambang anak usaha PT Kideco Jaya Agung.
Kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) akan berakhir pada 13 Maret 2023. Sesuai UU Minerba, PKP2B akan berubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) saat kontrak habis.
CEO sekaligus Wakil Direktur Indika Energy Azis Armand mengatakan bahwa pihaknya telah menjajaki perpanjangan kontrak tambang Kideco dengan Kementerian ESDM.
“Saat ini sedang berdiskusi dengan Kementerian ESDM. Ada tahapan yang harus dipenuhi untuk Kideo Jaya Agung memperoleh kesempatan perpanjangan PKP2B yang dikonversi menjadi IUPK,” katanya saat Bisnis Indonesia Business Challenges, Kamis (16/12/2021).
Dalam UU No 97/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara perpajangan kontrak dapat dilakukan oleh badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan terlebih dulu memenuhi persyaratan dalam pengajuan perpanjangan kontrak.
Beberapa di antaranya seperti bukti selesai melakukan tahap eksplorasi, administrasi, teknis, lingkungan dan finansial. Kemudian melengkapi syarat administrasi seperti surat permohonan, nomor induk berusaha, susunan pengurus, pemegang saham dan pemilik manfaat.
Baca Juga
Selanjutnya, perusahaan wajib memenuhi syarat teknis seperti laporan akhir eksplorasi, data sumber daya dan cadangan di area tambang.
“Sudah mulai kami persiapkan beberapa tahapan, kami siapkan dan tentu saja tahapan tersebut didiskuikan dengan Kementerian ESDM,” katanya.
Di sisi lain, perusahaan berkode saham INDY itu menargetkan kontribusi pendapatan holding diperbesar hingga 50 persen sebagai upaya untuk menekan emisi karbon.
"Kami memiliki target antara yaitu 50 persen yang sudah saya sebutkan pendapatan yang seimbang antara batu bara dan non batu bara," ujarnya.
Indika kata dia akan melakukan investasi pada sektor non batu bara dan divestasi pada sektor batu bara. Selain itu dekarbonisasi juga dilakukan pada kegiatan operasional.
Selama ini, kontribusi karbon terbesar yang dihasilkan perusahaan berasal dari operasional akibat kegiatan pembakatan fuel. Sebab itu Indika berencana menekan konsumsi fuel tanpa mengorbankan produktifitas.
Perusahaan berencana mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Pasalnya 30 - 35 persen biaya produksi perusahaan dikontribusikan oleh pembakaran fuel.
"Sehingga ketika kita melakukan efisiensi dengan menurunkan fuel consumtion dan output yang sama. Harapannya biaya produksi per ton akan menurun," terangnya.
Indika juga berencana mengalihkan kendaraan operasional berbahan bakar fosil menjadi electric vehicle. Pilot project ini juga diiringi dengan peningkatan wilayah reklamasi sebagai upaya menjaga lingkungan hidup.
Pada awal tahun, Indika menjalin joint venture dalam pengembangan PLTS Atap yang dilakukan oleh Kideco Jaya Agung. Proyek ini menargetkan pengembangan EBT hingga 500 MWp pada 2025.
Kerja sama dilakukan Indika bersama pengembang solusi tenaga surya terdepan asal India yakni Fourth Partner Energy dengan membentuk PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS). Dari EMITS, Indika menjadi pemegang saham 51 persen.
Diperkirakan capex atau belanja modal yang digelontorkan untuk proyek ini berkisar antara US$250 - US$350 juta.
"Saat ini project pipeline kami hampir mendekati 40 MW dan Indika Energy ingin pula berkontribusi bukan hanya kepada oprasional tapi kepada operasional klien kami," terangnya.