Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cek Dulu Nih! Ini Sektor dan Saham Pilihan di Tahun 2022

Analis memprediksi sektor komoditas, properti, dan otomotif masih mencatat kinerja positif tahun depan.
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan di kisaran 5 persen, dengan kenaikan suku bunga antara 3,5 – 4 persen. Analis memperkirakan sejumlah sektor seperti komoditas, properti, dan otomotif masih moncer tahun depan.

Direktur PT MNC Asset Management Edwin Sebayang memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 5 persenan, budget defisit sekitar 4,85 persen, inflasi 2,2 persen, dan reverse repo rate 4 persen.

Dengan demikian, dia memprediksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa tumbuh sekitar 6,8 – 6,9 persen.

“2021 ini skenario saya tertinggi 6.850, apakah IHSG kita bisa sampai segitu kita lihat sampai akhir tahun. Untuk tahun depan perkiraan saya paling optimis akan mencapai di 7.325. Tapi ada skenario pesimis kalau terjadi guncangan kalau terjadi aksi profit taking paling rendah itu di 6.278, apapun kondisinya bisa langsung ambil posisi karena sudah cukup rendah,” ujarnya dalam webinar Market Outlook 2022, Jumat (17/12/2021).

Hal ini karena menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia sudah cukup kondusif di tengah pandemi, inflasi dan sebagainya. Pertumbuhan indeks Indonesia tahun depan masih akan di atas China, Brasil, dan Meksiko.

“Jepang, Singapura bahkan masih akan bertumbuh negatif untuk indeks mereka,” kata Edwin, yang juga merupakan Ketua Bidang Pendidikan dan Literasi Keuangan Perkumpulan Profesi Pasar Modal Indonesia (Propami).

Kemudian, dari harga komoditas, harga minyak hanya akan mencapai sekitar US$80 –US$85. Emas tidak akan mencapai US$2.000 per ons, dan tertinggi di sekitar US$1.775.

Nikel juga tidak akan mencapai tertinggi lagi antara US$17.000 – US$17.775 per ton. Tapi, timah masih akan tinggi antara US$29.000 – US$31.250, CPO juga perkiraannya dalam ringgit 4.000 – 4.500 per ton. Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp14.000 – Rp14.550.

Edwin memilih beberapa sektor Overweight, pertama perbankan melihat setiap ekonomi tumbuh, perbankan akan paling banyak menikmati. Saham pilihannya ada BBCA, BMRI, BBRI, dan ARTO. Kedua, sektor e-commerce juga akan tumbuh.

“Suka atau tidak suka, kontroversial atau tidak fund manager akan banyak memasukan ke saham e-commerce seperti ke BUKA dan GOTO. Lalu Telco, pasti tetap tumbuh dengan pilihan TLKM, EXCL, dan ISAT,” ungkapnya.

Kemudian, di sektor otomotif, masih ada harapan dari perpanjangan insentif PPN 0 persen. Untuk sektor ini, Edwin memilih saham ASII.

Selanjutnya untuk sektor ritel Edwin memilih MPPA dan MAPI, untuk sektor poultry memilih saham JPFA dan CPIN.

Saham properti dan semen juga masih Overweight, terutama semen akan mengikuti pertumbuhan emiten sektor properti. Untuk kedua sektor ini, Edwin memilih SMRA, CTRA, PWON, BSDE, SMGR, dan INTP.

Untuk sektor konstruksi juga Overweight dengan catatan rights issuenya jalan, sehingga proyek-proyek dari pemerintah juga lancar. Edwin memilih saham WIKA, ADHI, dan PTPP.

Selanjutnya, saham metal mining juga Overweight, karena harga nikel dan timah yang masih cukup tinggi. Edwin memilih saham ANTM, TINS, dan INCO

Untuk saham yang Netral, Edwin pilih sektor batu bara, karena harga batu bara masih akan turun, ini akhir-akhir sisa kekuatan batu bara. Kemudian plantation dan healthcare juga netral karena asumsinya Indonesia tahan banting tidak akan terkena dampak (Omicron) sebesar Inggris dan Amerika.

“Masalah Covid akan jadi hal biasa, sehingga kita menempatkan di netral,” ujarnya.

Untuk sektor batu bara yang netral, Edwin memilih saham ITMG, ADRO, PTBA, HRUM, dan UNTR. Sektor plantation dipilih LSIP, AALI, SIMP, SGRO, SSMS, dan TBLA. Kemudian, saham healthcare Netral dipilih MIKA, SILO, HEAL, KLBF, PEHA, dan PRDA.

Adapun, untuk sentimen Underweight Edwin memilih saham berbasis barang konsumen dan tembakau melihat adanya kenaikan cukai rokok dan belum kembalinya daya beli masyarakat.

Untuk saham emiten barang konsumen, Edwin memilih INDF, ICBP, UNVR, GOOD, dan FOOD. Sementara itu, untuk saham tembakau ada GGRM, HMSP, WIIM, dan ITIC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper