Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kena Imbas Tapering AS, Begini Proyeksi Pasar Indonesia di 2022

Pasar saham dan rupiah diperkirakan tertekan karena tapering dan kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih cepat.
Karyawan melintas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/5/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan melintas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/5/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibayangi sejumlah faktor pada 2022, seperti tapering yang dilakukan oleh Federal Reserve AS. Meskipun tumbuh diperkirakan tak akan semoncer 2021.

Direktur PT Ekuator Swarna Investama dan Ketua Bidang Pendidikan dan Humas Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Yohanis Hans Kwee mengatakan, tahun depan Bank Indonesia diperkirakan akan menaikkan suku bunga 25 – 50 basis poin ke 3,75 – 4 persen.

Sementara, laju inflasi terkendali di 2,5 – 3,5 masih rendah. Adapun, nilai tukar rupiah diperkirakan Rp14.000 – Rp15.500.

“Tahun depan rupiah akan cenderung agak melemah karena tapering yang lebih cepat di Amerika dan kenaikan suku bunga mereka dua sampai tiga kali 2022, ini berpotensi menekan rupiah,” ujarnya dalam webinar Market Outlook 2022, Jumat (17/12/2021).

Rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS terkait dengan laju inflasi yang tinggi, walaupun di awal Federal Reserve mengatakan bahwa inflasi ini bersifat sementara, pada akhirnya mereka mengakui inflasi ini bersifat lebih panjang, karena masalah rantai pasokan, dan harga komoditas yang tinggi mendorong inflasi.

“Toleransi negara maju terhadap inflasi yang tinggi lebih kuat, ketika mereka menghadapi inflasi yang tinggi mereka bisa mentoleransi inflasi lebih lama. Diperkirakan 2022 sebagian besar bank sentral akan menaikkan suku bunga. Ini akan mengubah peta pilihan investasi di 2022,” jelasnya.

The Fed menunjukkan tapering dipercepat, kemudian kenaikan suku bunga dilakukan pada Juni atau Juli dan naik dua sampai tiga kali.

Oleh karena itu, walaupun inflasi bersifat sementara tapi diperkirakan dalam periode yang cukup panjang, diperkirakan The Fed akan mempertahankan obligasi dalam neraca, sambil didukung data pengangguran yang membaik.

Hans Kwee menjelaskan, meskipun, masih ada tekanan menjelang beberapa kebijakan Federal Reserve, namun ada pula beberapa data positif seperti surplus neraca perdagangan, dan porsi impor yang meningkat.

“Artinya aktivitas ekonomi dalam negeri mulai membaik,” kata dia.

Kemudian, untuk pasar saham Hans memprediksi pertumbuhannya single digit pada 2022. Meskipun pertumbuhan pendapatan bisa naik 15 persen tapi pasar saham sudah naik cukup tinggi tahun ini sehingga tahun depan tidak akan naik lebih tinggi lagi.

“Beberapa sektor yang sekarang tertekan kemungkinan akan mulai bergerak naik ke atas. Namun, sektor yang dijagokan masih di komoditas, kita pikir masih akan berlanjut kenaikan harganya semester I/2022,” jelasnya.

Di masa pandemi, Hans mengatakan Indonesia juga cukup beruntung bahwa investor lokal makin banyak, kepemilikan asing menurun dari 40 persen jadi 20persen.

“Kalau pemain lokal dominan, kedalaman pasar kita lebih tinggi, bagus bagi pasar kita karena tren bunga kita akan turun ke bawah,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper