Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pengelola rumah sakit grup Lippo, PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) diharapkan terus menjaga kinerjanya setelah masuk dalam indeks MSCI Small Cap.
Presiden Komisaris Siloam International Hospitals John Riady menerangkan perseroan mengemban misi sosial sekaligus menjaga kinerja perusahaan secara profesional merupakan tantangan bagi manajemen.
Terlebih lagi, SILO kini masuk dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Small Cap atau MSCI Small Cap Indexes List.
SILO bersama beberapa emiten lainnya menggusur tempat PT Selamat Sampurna Tbk. (SMSM), PT Bintang Oto Global Tbk. (BOGA), dan PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP).
MSCI Small Cap Index merupakan indeks kumpulan saham pilihan dari berbagai negara dengan prasyarat saham diperdagangkan atau free float di atas 14 persen. Singkatnya, masuknya emiten dalam indeks ini, akan meyakinkan kepada para investor bahwa saham-saham tersebut layak koleksi.
Hal tersebut ditunjukkan dengan pergerakan harga saham yang signifikan di bursa. Saham SILO bergerak naik sekitar 11 persen dalam sepekan terakhir. Masuknya SILO dalam indeks MSCI Small Cap sejalan dengan kinerja mengkilap korporat di bawah Lippo Group.
Baca Juga
Menurut John, kehadiran SILO di jajaran MSCI mencerminkan kinerja perusahaan baik secara operasional maupun finansial yang cukup baik.
“Artinya kami sangat profesional, dan dipercaya bisa menjaga kinerja tersebut secara berkesinambungan,” ungkapnya, Kamis (25/11/2021).
SILO mencatatkan tren positif secara berkesinambungan, hingga kuartal III/2021, total pendapatan perusahaan Rp5,9 triliun. Pendapatan pada kuartal III/2021 saja tercatat sebesar Rp2,1 triliun, meningkat 9,4 persen dari kuartal sebelumnya.
Selama Januari-September 2021, EBITDA tercatat sebesar Rp1,5 triliun, meningkat 107,2 presen dari tahun sebelumnya. EBITDA margin selama tiga kuartal tahun ini juga meningkat menjadi 26,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 18,5 persen.
Tidak heran, sejak 1 Januari 2019, harga saham SILO meningkat sebesar 2,4 kali dan kapitalisasi pasar yang kini menembus Rp14 triliun menjadikannya sebagai jaringan rumah sakit terbesar dengan kinerja baik.
Meskipun demikian, John mengungkapkan bisnis rumah sakit sebagai mata rantai terpenting dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan tetap wajib berorientasi kemanusiaan dan sosial.
Agar misi tersebut optimal maka seluruh syarat seperti infrastruktur, ketersediaan tenaga kerja kesehatan, peralatan laboratorium, hingga fasilitas teknologi wajib dihadirkan.
Dari sisi supply layanan kesehatan secara nasional dinilai sangat kurang baik dari segi kuantitas dan kualitas. John menggambarkan, bahwa Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang.
Indonesia juga dihadapkan problem minimnya jumlah dokter. Saat ini saja, jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Jawa, terutama Jabodetabek dengan rasio mencapai 0,3 per 1.000 orang.
“Untuk itulah Lippo Group melalui Siloam sejak semula mempunyai visi untuk membangun ekosistem kesehatan nasional yang kuat, mulai dari pendidikan dokter dan perawat di UPH, hingga menyediakan akses beasiswa bagi para spesialis, hingga menjadikan Siloam sebagai wadah berkiprahnya dokter-dokter terbaik tersebut,” kata John.
Dengan membangun ekosistem, Siloam secara perlahan berhasil memupuk optimisme untuk mengentaskan persoalan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan nasional. Kini, jaringan rumah sakit SILO sebanyak 40 unit yang tersebar di 23 kota.
Dengan infrastruktur mumpuni dan jumlah tenaga kesehatan memadai, jaringan rumah sakit SILO pun ikut diandalkan menanggulangi pandemi Covid-19, terlebih pada masa genting gelombang kedua yang lalu.
“Kami ikut membantu pemerintah menangani pasien Covid-19 yang sangat melonjak pada gelombang kedua lalu, tenaga kesehatan kami secara profesional bekerja menyelamatkan nyawa manusia,” kata John.
Di lain sisi, pandemi Covid-19 ini pula yang memberikan pelajaran berharga bahwa sistem layanan kesehatan nasional perlu terus diperkuat. Terlebih ke depan, sistem layanan ini pun wajib memiliki daya antisipasi dan mitigasi dalam menghadapi pandemi yang sangat mungkin berulang.
“Kami berupaya terus melakukan ekspansi yang berarti pula menguatkan mata rantai layanan kesehatan nasional, ekosistem kami bangun dan kembangkan terus," katanya.
Untuk itu semua, SILO harus selalu menjaga profesionalitas, baik dari sisi finansial maupun operasional, karena tanpa kekuatan finansial serta kepercayaan investor, SILO tak bisa berbuat banyak.
Lebih jauh, lanjutnya, berkaca kepada imbas pandemi serta tren kesehatan secara global, SILO akan mengembangkan konsep layanan kesehatan berbasis wellness, yang senantiasa berupaya agar orang tetap sehat. Konsep ini berbeda dengan konsep healthcare yang dianut saat ini, di mana menguatamakan penanganan penyakit pasien.
“Dengan konsep ini, kerja mata rantai kesehatan akan menjadi lebih ringan, lebih berorientasi preventif sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” pungkas John.