Bisnis.com, JAKARTA – Rendahnya harga penawaran saham baru (initial public offering/IPO) oleh beberapa emiten disinyalir sebagai strategi untuk menyerap dana publik lebih besar.
Menjelang akhir tahun, calon-calon emiten baru mulai menggalang dana jumbo di pasar modal. Di antaranya adalah PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel dengan target dana hingga Rp18 triliun.
Lalu, PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk. (DEPO) dengan bidikan dana hingga Rp493,56 miliar. Serta PT Avia Avian Tbk. (AVIA) yang menargetkan Rp5,76 triliun. Khusus untuk AVIA saat ini masih berada dalam fase book building.
Akan tetapi bagi kedua lainnya, harga final penawaran telah ditetapkan. Di mana harga cenderung mendekati batas bawah. Yaitu Rp800 untuk MTEL dengan rentang harga sebelumnya Rp775 per saham hingga Rp975 per saham.
Adapun, DEPO menetapkan harga final sebesar Rp482 dari posisi sebelumnya di kisaran Rp426 - Rp525. Menanggapi tren ini, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai hal itu wajar sebagai bagian dari strategi dari emiten dalam menarik investor.
“Kecil kemungkinan penetapan harga IPO di batas tengah ke bawah adalah agar investor lebih berminat untuk menyerap IPO tersebut karena valuasi yang lebih murah,” katanya kepada Bisnis, dikutip Minggu (21/11/2021).
Baca Juga
Frankie menambahkan kedua emiten yang mematok batas harga antara bawah hingga tengah pasti memiliki perhitungan internal. Dia pun meyakini penetapan harga itu sudah sesuai dengan kebutuhan pendanaan emiten.
Menurutnya mayoritas dana yang terhimpun melalui IPO sepeti Miratel dan DEPO nantinya akan dialokasikan untuk memperluas sekala bisnis bisnis. Dengan begitu seharusnya menjadi sentimen yang baik bagi para investor yang hendak ikut serta dalam pemesanan saham perdana tersebut.
“Sebenarnya untuk perusahaan yang hendak melantai di bursa dalam waktu dekat ini semuanya memiliki sektor bisnis dan daya tarik masing-masing,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Frankie memberi saran bagi investor yang hendak mengoleksi saham IPO untuk mempertimbangkan dengan matang. Misalnya dengan mengukur saham tersebut lebih digerakan oleh sentimen saja atau memang memiliki prospek bisnis yang terukur dan memiliki peluang di waktu berjalan.
Sebab, saham IPO memang berpotensi menguat di beberapa hari setelah masuk pasar sekunder. Namun memang umumnya rentan terhadap aksi profit taking.