Bisnis.com, JAKARTA - PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) memandang energi baru terbarukan (EBT) perlu dikembangkan sebesar-besarnya di Indonesia. Namun, pengembangan ini harus realistis.
Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro mengatakan, pengembangan EBT di Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia tidak bisa disamakan dengan Eropa dan Amerika.
"Kita berkomitmen menurunkan karbon, tetapi, kita harus realistis dalam masa transisi ini. Kita harus memastikan tetap menyediakan energi yang bisa dijangkau dan berkelanjutan," kata Hilmi, Rabu (10/11/2021).
Dia mencontohkan, salah satu proyek EBT Medco Energi yakni pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Sumbawa tetap memerlukan migas untuk menjaga transisi ke EBT. Pasalnya, PLTS memiliki sifat intermiten atau tidak stabil.
Karena hal ini, dia memandang minyak dan gas tetap menjadi hal yang penting dalam masa transisi.
"Kita tak ingin saat transisi energi terjadi, infrastruktur pendukung belum jadi, tiba-tiba terjadi kelangkaan," ucapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Hilmi mengatakan tarif EBT masih belum ekonomis. Dia mencontohkan, Medco sangat intensif mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal.
Namun, pengembangan geothermal ini membutuhkan belanja modal US$5 juta untuk menghasilkan 1 MW. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang memerlukan dana US$700.000.
"Maka karena itu perlu sistem tarif yang lebih pintar, misalnya 5 tahun pertama tinggi dulu, setelah lima tahun capex kembali, bisa lebih rendah. Hal-hal seperti itu yang perlu digalakkan meningkatkan antusiasme investasi di EBT," ucap Bos Medco.